78 tahun sudah usia Ibu Pertiwi. Tujuh puluh delapan tahun yang lalu, ribuan bunga putra bangsa memperjuangkan kemerdekaan untuk merebut kembali Indonesia. Perjuangan yang dari sejarah, kita tahu, bukanlah perjuangan yang mudah. Perjuangan itu mengorbankan peluh dan darah.

Pada 17 Agustus 2023 lalu, kita sebagai generasi bangsa kembali mengenang peristiwa besar itu. Jika kita menengok pada waktu-waktu sebelum 78 tahun yang lalu, kita tahu Indonesia masihlah dalam penjajahan bangsa asing. Kehidupan rakyat pribumi saat itu dalam kungkungan tangan asing. Hidup dalam jajahan bangsa asing. Belum bebas menghirup udara kemerdekaan. Hak-hak mereka sebagai bangsa pribumi direbut. Tragedi kemanusiaan yang kelam.

Jika kita menengok pada masa-masa sebelum kemerdekaan, rakyat Indonesia berjuang untuk tetap bertahan. Mempertahankan segenap cinta yang mereka punya untuk Ibu Pertiwi. Berusaha sekeras mungkin untuk membebaskan Indonesia dari cengkraman bangsa asing. Jika kita membaca sejarah perjuangan dalam upaya pembebasan bangsa Indonesia dari jajahan, kita akan menemukan begitu banyak kisah heroik yang dilakoni oleh para pejuang kita. Sampai hari inim jasa mereka masih terkenang. Semangat mereka tercatat rapih ratusan bab dalam buku-buku sejarah.

Hidup di antara tekanan penjajah tidak lantas membuat semangat mereka runtuh, justru dari tekanan penjajah yang penuh tipu dan intimidasi itu, melahirkan semangat kebersamaan dan perlawanan para pejuang. Hal tersebut kemudian menumbuhkan gelora semangat yang membara dengan eforia perjuangan yang begitu kental. Para pejuang kemudian menyusun strategi-strategi dalam upaya kemerdekaan bangsa Indonesia. Semangat mereka membara bagai api yang berkobar yang kemudian dari semangat itu melahirkan keberanian dan nilai-nilai luhur yang menjadi pupuk penyubur usaha kemerdekaan Indonesia.

1945 menjadi awal sejarah baru bagi bangsa Indonesia. Awal baru bangkitnya Indonesia yang mandiri. Pada tahun-tahun itu banyak kejadian besar terjadi. Yang kemudian melahirkan istilah jiwa dan semangat juang 45. Tentunya istilah itu bukanlah sekadar istilah sederhana tanpa makna dan bernilai. Istilah itu mewakili jiwa dan semangat Indonesia untuk merebut kemerdekaan. Istilah itu juga merupakan gambaran singkat kumpulan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Di antara nilai-nilai tersebut adalah nilai Pro Patria dan Primus Patrialis. Sebuah manifestasi dari cinta Tanah Air dan mendahulukan kepentingan Tanah Air, dibandingkan kepentingan pribadi. Jiwa solidaritas dan kesetiakawanan dari berbagai lapisan masyarakat terhadap perjuangan kemerdekaan Indonseia. Jiwa toleransi atau tenggang rasa antar agama, suku, golongan, bangsa, dan adat istiadat di tengah keberagaman Indonesia. Jiwa tanpa pamrih dan selalu berusaha untuk bertanggung jawab atas amanah yang telah diembannya. Jiwa ksatria dan kebesaran, jiwa yang tidak mengandung balas dendam untuk memuaskan hasrat pribadi.

Lima hal tersebut di atas tentunya merupakan hal inti dan penting dalam merebutkan kemerdekaan Indonesia. Melalui perjuangan-perjuangan yang telah dilakukan namun belum berhasil sebab lima hal tersebut belum dapat disadari secara utuh oleh mereka pada saat itu. Sedikit mengenang sejarah masa lampau, jauh sebelum Indonesia merdeka, rakyat Indonesia melakukan perjuangan melawan penjajahan sendiri-sendiri setiap daerahnya. Masing-masing daerah belum menyadari akan persatuan mereka. Pangeran Diponegoro di Jawa. Sultan Hasanuddin di Gowa. Pattimura di Maluku. Saat itu mereka meyakini bahwa setiap daerah terpisah. Itu tak lepas dari campur tangan belanda, yang memecah kesatuan menjadi kelompok-kelompok.

Perjalanan sejarah di atas, mengajarkan banyak hal pada kita semua sebagai generasi Bangsa yang hidup jauh setelah kemerdekaan. Jika kita melihat kilas balik perjuangan para pahlawan dalam melawan penjajah, mereka telah menanamkan hal-hal yang terkandung dalam jiwa dan semangat juang 45. Wujud keikhlasan mereka, dengan mengobarkan semangat menentang dominasi asing dalam segala bentuknya. Terutama penjajahan dari satu bangsa terhadap bangsa lainnya.

Sejarah yang tidak boleh kita lupakan. Meminjam istilah Bung Karno dalam pidatonya, untuk mengingatkan pentingnya sejarah, ungkapan yang sangat popular ‘jas merah’ atau jangan sekali-kali melupakan sejarah. Ungkapan yang mengacu pada nilai-nilai perjuangan yang dimiliki para pejuang dan pendahulu bangsa. Perjuangan yang dalam ingatan kita tidak terlepas dari generasi pembebas, yang dalam sejarah kemerdekaan Indonesia telah mengabdikan diri kepada bangsa dan negaranya.

Tentunya jiwa dan semangat 45 tetaplah harus kita lestarikan. Sebagai generasi penerus bangsa, kita harus siap dan mau melanjutkan jiwa dan semangat 45. Terlebih melihat kondisi Indonesia saat ini yang merdeka, namun belum sepenuhnya dirasakan oleh seluruh rakyat. Penjajahan ideology merajalela. Laju perekonomian, tak sepenuhnya membuat kita bangga sebagai bangsa yang gemah ripah loh jinawi. Bahkah, bumi Indonesia banyak yang dikelola oleh pihak asing.

Sebagai penerus bangsa, jiwa dan semangat 45 harus terus menyala. Meskipun sudah 78 tahun usia kemerdekaan Indonesia, tugas kita bukan hanya membuat bangsa aman dan sentosa. Tapi juga harus mengalami spirit perubahan. Baik dalam hal perilaku pemerintahannya yang doyan mengambil hak rakyat, maupun dalam mengembangkan gelora anak muda, dalam menghadapi era yang terus berkembang pesat.

Perjuangan itu tetap berlanjut, merdeka bukan lantas merupakan akhir dari perjuangan, tetapi awal dari perjuangan yang harus dilanjutkan untuk membangun bangsa Indonesia agar apa yang terkandung pada pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dapat tercapai dengan cara yang terhormat. Dengan semangat 45 yang bergelora dalam tiap sanubari penerus bangsa.

Jiwa dan semangat yang sangat penting untuk diwarisi generasi penerus dari generasi pembebas, sebagai modal utama dalam memperjuangkan pelestarian kemerdekaan, dan pengembangan serta pendirian bangsa ini. Mari kita renungkan bersama, keberadaan kita sebagai penerus bangsa Indonesia, fungsi kita sebagai warga negara, sudahkah kita mewarisi dan mengimplementasikan jiwa dan semangat juang 45?

Lantas akankah nilai jiwa dan semangat 45 itu kemudian sirna, ditelan kebisingan sejarah yang dijalankan oleh banyak orde? Saya kira, kita tidak hanya sekadar mengetahui cerita dalam sejarah bangsa kita. Tapi, kita adalah pewaris sah para penerus bangsa.

Selamat hari jadi ke-78 Indonesiaku. Semoga jiwa dan semangat juangmu tetap membara. Kami terima warisan darimu, wahai Ibu Periwi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.