Rabbana, saya ingin lanjut belajar, di mana pun dan dengan cara apa pun yang baik menurut Engkau, jika harus self-finance mampukan hamba, dan jika lewat beasiswa mudahkan jalannya.” Itu doa yang saya ulang berkali-kali, sambil lalu bekerja, sambil lalu apply beasiswa. Entah sudah berapa aplikasi beasiswa yang saya coba, hingga 3 Agustus 2021, saya mendapatkan telfon dari perwakilan Embassy India di Jakarta bahwa aplikasi beasiswa Indian Council for Cultural Relation (ICCR) saya untuk program S2 diterima. Letter of acceptance (LOA) dari Gujarat Univeristy untuk program Master of Art in Development Communication saya terima melaui email.

India, bukanlah negara yang biasa menjadi tujuan pendidikan bagi sebagian besar orang Indonesia. India lebih dikenal dengan Bollywood dan Shah Rukh Khan daripada sistem pendidikannya. Tidak banyak orang tau bahwa saat ini ada 70 kampus di India masuk dalam jajaran 1000 universitas terbaik dunia menurut QS World University Rankings dan 3 diantaranya masuk 200 besar kampus terbaik dunia. India juga merupakan salah satu negara penyedia pendidikan dengan kualitas akademis yang baik, khususnya pada bidang teknologi, digital dan farmasi. India juga merupakan negara penerbit jurnal dan karya ilmiah terbesar ke-3 di Asia dan ke-12 di Dunia.

Dan jika ditanya kenapa saya pilih India, salah satu jawaban saya adalah kerena India memberikan banyak peluang beasiswa setiap tahunnya, salah satunya adalah beasiswa ICCR yang saya dapatkan. Selain itu ada beasiwa Study in India (SIA), beasiswa Doctoral Fellowship in India for ASEAN (DIA). Sedangkan dari pemerintah Indonesia sendiri ada beasiswa Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Tentu kesempatan yang ada ini saya manfaatkan sebaik mungkin, dengan keyakinan inilah ketetapan yang Allah. hadiahkan untuk saya.

Pengalaman Menjadi Mahasiswa di India

Jika ditanya tentang culture shock, jawaban saya bukanlah makanan, bukan juga budaya, atau keadaan menjadi minoritas, tetapi sistem belajar yang sungguh sangat berbeda. Mahasiswa post graduate masih diwajibkan untuk datang dan mengikuti kelas selama 4 semester dengan ujian akhir di setiap akhir semester. Tidak hanya theory, kami juga ada assignment project tiap dan workshop tiap semester yang menjadi bagian dari silabus pembelajaran. 

Selain tesis kami juga harus membuat project tugas akhir berupa kerja lapangan yang berkaitan dengan Social and Behaviour Change Communication dan bekerjasama dengan Non Govermental Organization (NGO)/ Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan atau  sekolah-sekolah selama kurang lebih 6 bulan. Tidak mudah, tapi sebanding dengan pengalaman yang saya dapatkan, berinteraksi dengan warga lokal, mengetahui keadaan real masyarakat dan belajar mengaplikasikan teori yang didapakan.

Dulu, saya pikir ujian Tahriri semester dan EBTA di Ma’had tercinta adalah sebenar-benarnya ujian untuk evaluasi belajar. Tapi ternyata di India, sistem evaluasinya mirip dengan yang saya alami 13 tahun lalu di TMI. Soal ujian yang hanya berjumlah 4-6 soal kami jawab dalam 21-30 halaman, mahasiswa dituntut untuk menalar, dan menjabarkan dari apa yang mereka pelajari dan pahami. Sistem penilaian pun sama, kami menyerahkan kertas jawaban dengan nama yang tertutup, hanya kode, sungguh mengingatkan saya ketika menjadi Panitia Ujian dan Pengajar saat mengoreksi kertas jawaban tanpa nama di Ma’had. 

Exam di India sungguhlah menguras waktu dan tenaga, persiapan yang matang dan panjang, waktu 2,5 jam untuk mengerjakan 4-6 soal terkadang tidaklah cukup karena banyak yang perlu ditulis dan dijelaskan. Tidak heran jika ujian pendidikan di India merupakan salah satu  ujian tersulit di dunia seperti The Union Public Service Commission (UPSC) atau The Chartered Account Exam. Saat minggu-minggu ujian dimulai, mahasiswa berdiskusi, membaca, sibuk dengan buku masing masing, baik di kampus ataupun di hostel (asrama mahasiswa). 

Banyaknya perpustakaan umum dan murahnya harga buku menjadikan India surga bagi pecinta buku. Di sekitar kampus, dapat dengan mudah ditemukan pedagang buku keliling menggunakan gerobak, tidak hanya menjual, mereka juga menyewakan buku-buku tersebut.   

Saya selalu ingat bahwa Allah. sesuai dengan prasangka hambanya, husnudzon, maka kebaikan akan datang. Begitulah, saya meyakini bahwa belajar di India adalah kebaikan buat saya, alhamdulillah selama 17 bulan menjadi mahasiswa, banyak bebaikan yang hadir, meski tidak mudah, dengan tertatih melangkah, sesekali ditemani air mata, gelar Master of Art in Development Communication bisa diraih.

Di India, Kuliah, Study Kehidupan dan Menjelajah “Mini Dunia”

Belajar di India, kita tidak hanya belajar di dalam ruang kelas, tetapi juga belajar kehidupan. India kaya akan kebudayaan, adat istiadat dan kebiasaan yang tentu berbeda, kita belajar tentang bagaimana menghargai dan menerima dengan batasan yang kita yakini. Terlebih kita sebagai minoritas harus menjadi cerminan bagaimana muslim seharusnya. 

Pengalaman melakukan campaign di sekolah di pelosok desa pada Ramadhan lalu, memberikan kesan mendalam, bagaimana mereka sangat menghargai dan mengapresiasi saya yang tidak makan dan minum selama hampir 14 jam dalam cuaca ekstrem summer (44-49’C). Mereka memberi waktu saya untuk sholat dan mengaji, mempersiapkan sahur dan iftar. Di sana, mungkin saya satu-satunya orang asing yang pernah berkunjung dan tinggal, dalam perbedaan kami bisa saling menerima dan menghargai.

Selain memberikan fasilitas pendidikan dan akomoadasi setiap bulannya, ICCR juga mempunyai program Summer dan Winter Camp, yakni program berwisata selama 10 hari untuk menjelajah setiap penjuru India. Selain itu, uang bulanan yang lebih dari cukup untuk kita menabung memungkinkan kita untuk menjelajah India di kala liburan. 

India yang lengkap, ada sungai, danau dan laut. Pegunungan, hutan dan kota metropolitan. Ada salju dan gurun. Peninggalan raja-raja di Rajasthan, peninggalan Kerajaan Mughal dan keindahan Taj Mahal di Agra, Surga dunia di Kashmir, gurun Thar di Jaisalmer hingga metropolitan Delhi dan Mumbai.

Sekian, sekilas kisah saya menjadi mahasiswa di India, semoga bisa lanjut bercerita pada kisah-kisah berikutnya. Salam sayang dan rindu untuk guru-guru dan Ma’had tercinta. 

4 thoughts on “Sekilas Kisah Kuliah di India

  1. Widayanti says:

    Kisah yg sangat menarik dan inspiratif..semoga kelak putri kami yg jg sdg menuntut ilmu di bumi jaujari bs mengikuti jejak ustadzah

  2. fathur says:

    luar biasa ustadzah…menginspirasi ceritanya…semoga muncul cerita2 dari alumni yang ada di luar negeri lainnya…

  3. Naimatus solihah says:

    Ya Allah ihdaaaaa, so proud of you. Bangga pokoknya. dulu waktu di ma’had di kamar dan kantor istama ketika denger celotehmu juga mengajarkan kpd q biar bersabar dlm mendidikan anak. Sekarang juga u mengajarkan kpd q cara mengagapai cita2 yg tinggi nan mulya. Semoga sukses selalu bundok

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.