Dewasa ini banyak sekali suguhan mata yang sepertinya kurang layak untuk dijadikan contoh dalam kehidupan, lebih-lebih kehidupan masyarakat yang lebih banyak melibatkan individu di dalamnya. Hal itu menuntut setiap orang untuk lebih selektif dalam menekuni kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan fenomena di atas, saya kira tidak perlu lagi dijelaskan dengan rinci, karena sudah sangat mafhum dan cukup jelas untuk sekedar gambaran bila kita aktif mengikuti setiap kabar dan informasi yang disebar luas melalui media koran atau internet.

Hanya saja, tidak banyak pemuda yang bisa dikatakan aktif dalam mengikuti setiap update berita yang hampir memenuhi halaman koran juga tampilan notifikasi di pojok atas handphone kita setiap harinya. Lebih-lebih berita tentang suatu hal yang sangat subtil dalam hidup kita, seperti sosial, ekonomi, politik, budaya dan agama yang belakangan ini sangat jauh untuk dikatakan stabil, dalam skala nasional atau internsional dimana konsekuensi terburuknya akan mengancam stabilitas kehidupan manusia.

Gejala sosial baru-baru ini menyuguhkan fenomena yang miris sekali. Bagaimana tidak daerah yang sebelumnya dikenal dengan toleransi dan keramah tamahannya (Jogja) kini ternodai dengan bintik hitam pasca adanya tawuran antara kelompok Brajamusti dengan kelompok persilatan PSHT, perceraian yang menimpa beberapa pasutri publik figur, pelecehan yang menyeret beberapa nama dari anggota polri, tindakan TPPO dan banyak lagi.

Gejala politik juga tak mau kalah, isu netralitas presiden setelah ikut campur dalam cawi-cawi bacawapres turut menjadi trending topik, berikut isu perpanjangan masa jabatan presiden saat ini yang dikaitkan dengan pembangunan IKN. Sedangkan dalam aspek ekonomi, kasus gratifikasi, KKN, terlebih kasus yang melibatkan salah satu Menkominfo (penggelapan uang proyek pembangunan infrastruktur BTS 4G), membengkaknya hutang negara, dan ancaman inflasi semakin memperparah situasi ini.

Seiring gejala di atas, ada banyak juga kabar positif di berbagai aspek. Hal ini sudah menjadi keniscayaan dan sunnatullah bahwa tidak akan pernah lepas dari hal positif dan negatif, baik buruk yang senantiasa menjadi warna hias dalam kehidupan manusia.

Bukan hanya diri sendiri, kesalahan dalam menyerap informasi juga akan memberi pengaruh negatif terhadap orang lain. Didikte oleh informasi yang tidak sesuai dengan fakta berpotensi menyulut api permusuhan pada orang yang berseberang paham. Perbedaan, perdebatan yang tidak jelas ujung pangkalnya, yang demikian sudah biasa kita saksikan saat ini.

Sebagai konsumen media sosial yang bijak, selayaknya bagi kita untuk lebih selektif dalam menyerap informasi yang ada, terlebih informasi dari sumber yang tidak jelas tindak tanduknya sehingga berpengaruh besar terhadap pola pikir kita. Hal ini semata untuk menghindar dari tindakan adu domba oleh pihak yang berkepentingan dan tidak bertanggungjawab.

Menampung semua informasi dari media yang resmi kemudian diikuti dengan pertimbangan yang bijak dan bersifat netral akan menjadi langkah yang baik dalam menyikapi berbagai gejala yang ada saat ini. Hindari fanatisme kelompok, junjung tinggi toleransi dan menjadi pribadi yang luwes serta bijak.

2 thoughts on “Mawas Diri

  1. Iqna auliyah says:

    MasyaAllah tabarakaAllahhhh????????
    Salam dari kami untuk taj mahal kak. Siapa tahu di kemudian hari kami kesana????????
    Baik untuk belajar atau hanya travelling ????????

  2. Iqna auliyah says:

    MasyaAllah tabarakaAllahhhh????????
    Salam dari kami untuk taj mahal kak. Siapa tahu di kemudian hari kami kesana????????
    Baik untuk belajar atau hanya travelling ????????

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.