Sudah berapa lama mondok di Al-Amien? Barangkali pertanyaan ini menghidupkan benih-benih memori yang tertanam di benak para alumni, mengenai lembaran-lembaran kisah perjuangannya di pondok tercinta. Lembar kisah yang diukir memberikan kesan tersendiri bagi setiap diri yang menjalani aktivitas pondok.

Terkadang terlalu banyak hal dilalui, sehingga lupa dengan kewajiban yang harus dibawa. Pondok kita Al-Amien, selalu memberikan perhatian khusus kepada program-program yang sudah ditetapkan. Bahkan membawa sajadah pun menjadi sorotan ketika ibadah sholat jamaah digelar.  Iya, sajadah saja akan menjadi perhitungan kesiapan beribadah sholat jamaah.

Lantas bagaimana dengan kesiapan non materi yang tidak tampak.! Umumnya santri yang rajin akan menyiapkan dirinya menghadapi pertanyaan-pertanyaan umum tentang Al-Amien di luar. Seperti kemahirannya berbahasa Arab dan Inggris. Pertanyaan “Sudah berapa lama mondok di Al-Amien?” Terkadang berlanjut pada pujian, “wah, berarti sudah mahir ya Bahasa Arab dan Inggris”.

Tentu pujian itu mengingatkan diri tentang program yang tertinggal. Mungkin saja saat duduk di bangku MTs masih ada niatan belajar bahasa Arab, kemudian dilanjutkan di MA dengan belajar Bahasa Inggris. Sayangnya niatan itu belum diejawantahkan hingga menjadi alumni. Rasanya bukan sedikit juga alumni yang lupa mengenai niatan itu, karena jenis suguhan program pondok yang bersifat Sunnah terkadang lebih menggiurkan dibandingkan kewajiban yang harus dilakukan.

Salah satu contohnya misalnya, program ekstrakurikuler seperti marching band, bola, pramuka, dll. Hal itu lebih banyak diminati santri daripada belajar Bahasa Arab dan Inggris. Padahal belajar Bahasa Arab dan Inggris sudah seharusnya dikuasai semua santri Al-Amien. Tak apa kita suka program ekstrakurikuler, namun jangan lupakan kewajiban belajar bahasa resmi. Toh, keduanya bisa dilakukan dalam satu waktu. Karena bahasa hanyalah komunikasi yang selalu digunakan setiap berinteraksi.

Tetapi mungkin saja bukan karena faktor ekstrakurikuler, melainkan terlenanya diri dengan pergaulan. Bukan temannya yang salah melainkan sikap diri terhadap rasa malas. Sebab manusia bukan malaikat yang selalu rajin melaksanakan ketaatan dan bukan pula iblis yang selalu rajin menggoda manusia. Kita selalu dihadapkan dengan pilihan, melaksanakannya atau tidak. Setelah membaca catatan kecil ini, Kita masih ada pilihan, mengejawantahkan program yang tertinggal dahulu atau terus meninggalkannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.