Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat (QS. al-Hujurat: 10).

Ayat di atas menjelaskan kewajiban dan pentingnya menjaga tali persaudaraan antar sesama mukmin, baik laki-laki maupun perempuan. Persaudaraan dalam bahasa Arab disebut dengan al-ikhwah. Persaudaraan merupakan salah satu karakter yang terdapat dalam al-Quran, yang harus terus dibina dalam diri setiap muslim. Tujuannya, agar menjadi umat yang bersatu, sejahtera dan harmonis.

Selain ayat di atas, Rasulullah SAW, juga mewajibkan kaumnya untuk selalu menjalin tali persaudaraan. Nabi mengibaratkan hubungan persaudaraan sesama mukmin, laksana satu bangunan, yang harus senantiasa saling menguatkan bagian yang satu dan lainnya. Nabi juga mengumpamakan hubungan tersebut dengan tubuh. Apabila salah satu bagian sakit, maka bagian lainnya mestinya turut merasakan rasa sakit tersebut.

Seorang mukmin hendaknya menjaga persatuan agar tidak terpecah belah dan bercerai berai. Saudara yang satu menguatkan bagi yang lainnya. Bagi mereka yang kuat membantu yang lemah. Yang kaya meringankan beban saudaranya yang miskin. Sementara mereka yang berani, menguatkan saudaranya yang takut. Dan bagi mereka yang optimis dalam menjalani hidup, harus memotivasi saudaranya yang pesimis.

Sederhananya, dalam kehidupan sehari-hari, apabila ada salah satu saudara kita tertimpa sakit, kita mestinya turut merasakan sakit dengan berempati dan membantunya. Atau, ketika ada saudara kita dirundung masalah, kita harusnya berusaha meringankan bebannya dengan mendoakan kebaikan untuknya. Begitupun, ketika saudara kita diberkahi kesenangan dan kebahagiaan, kita juga harus turut merasakan kebahagiaannya. Bukan lantas iri terhadap karunia yang ia terima.

Jalinan persaudaraan tidak terjadi begitu saja tanpa adanya usaha bersama. Karenanya, wajib bagi kaum muslimin untuk terus berusaha mewujudkan ukhwah islamiyah demi terciptanya kehidupan yang aman penuh dengan kebahagiaan. Langkah berikut, boleh jadi merupakan cara paling memungkinkan untuk mewujudkan ukhuwah islamiyah.

Pertama, senyum. Senyum merupakan perbuatan terpuji. Rasulullah menganjurkan kepada kaum muslimin untuk tersenyum, setiap kali bertemu dengan saudaranya. Senyum merupakan bentuk ibadah kepada Allah, yang paling mudah dikerjakan. Penghalang seseorang tersenyum, adalah adanya penyakit hati dalam dirinya.

Seseorang yang mudah tersenyum, hidupnya akan selalu bahagia. Karena tersenyum dapat membersihkan penyakit hati, seperti: amarah, dendam, iri hati dan dengki, yang hanya akan membelenggu jiwa seseorang. Oleh sebab itu buanglah jauh-jauh penyakit tersebut, dengan membiasakan diri tersenyum.

Kedua, salam. Mengucapkan salam ketika bertemu dengan saudara kita, merupakan perintah Rasulullah kepada kaum muslimin. Mengucapakan salam berarti mendoakan keselamatan baginya. Seseorang yang mengucapkan salam kepada saudaranya dan dibalas dengan ucapan salam serupa, dapat membuat hati tenang dan jiwa tentram.

Pengalaman Nabi Ibrahim as., perkara salam, diabadikan dalam surat Hud ayat 69. Ketika malaikat menemuinya untuk menyampaikan kabar gembira kepadanya, malaikat tersebut mengucapkan salam kepada nabi Ibrahim dengan ucapan: salaaman. Artinya keselamatan (sementara dan tidak abadi). Kemudian, Nabi Ibrahim menjawab: salaamun, yang berarti keselamatan (yang abadi dan berkelanjutan). Nabi Ibrahim mengucapkan kalimat yang lebih baik sebagai balasan atas ucapan salam kepadanya.

Selama saya di pondok—sejak santri sampai saat ini—praktik salam yang istiqomah saya temukan pada seorang figur anggota majlis kyai. Beliau adalah KH. Moh. Fikri Husain, MA. Saya pikir, dulu beliau mengucap salam karena bertemu dengan santri yang beliau kenal saja. Namun setelah saya perhatikan dengan saksama, ternyata beliau mengucapkan salam kepada siapa pun yang beliau temui. Meski sedang mengendarai sepeda atau bahkan saat beliau berjalan berpapasan.

Ketiga, sapa. Menyapa saudara sesama muslim merupakan sunnah Rasulullah. Rasulullah mencontohkan sendiri dalam kehidupan sehari-hari kepada para sahabat, kala itu. Rasulullah selalu menyapa dan menanyakan kabar para sahabat, setiap selesai melaksanakan shalat berjamaah.

Bertegur sapa, merupakan manifestasi dari rasa peduli. Ketika Rasulullah tidak melihat salah satu sahabat bersamanya karena sakit, maka beliau mengajak sahabat yang lain untuk mengunjungi dan mendoakan kesembuhannya. Beliau sangat peduli dan memperhatikan kondisi lingkungannya.

Bertegur sapa, juga dapat menjalin keakraban dan keharmonisan hidup. Selain itu, dapat melenyapkan jurang pemisah, yang berasal dari kekakuan lidah dan hati dalam bergaul. Dengan menunjukkan wajah masam, akan menunjukkan kesan “tidak suka” terhadap orang yang kita temui. Hal yang demikian, dapat merusak jalinan persaudaraan dan merobohkan sendi-sendi kerukunan antarsesama.

Saya jadi ingat momen haru yang membuat mata saya berkaca-kaca, setiap kali mengingatnya. Ketika itu KH. Muhammad Idris Jauhari (almaghfurlah) sedang terbaring sakit. Beliau memanggil saya, lewat ustaz yang bertugas di koordinator harian (kohar). Saya bergegas menghadap beliau. Saat itu, kondisi beliau terbaring di kamar perpustakaan, di kediaman beliau. Pertemuan itu terhitung sebentar. Mungkin sekitar 15 menit.

Dengan suaranya yang serak, Bapak Kiai secara khusus menanyakan kabar dan kondisi saya sekeluarga, dengan detail. Saat itu, saya tinggal di perumahan pondok, di belakang gedung al-Wathan. Salah  satunya pertanyaan beliau, “Bagaimana kondisi rumahmu, apa ada yang bocor?” Seketika hati saya terenyuh dan terharu. Tak sadar, mata saya pun berkaca-kaca. Bagaimana bisa, dalam kondisi beliau yang sakit, masih sempat memikirkan saya? Momen ini selalu mengingatkan saya agar terus belajar dan belajar memperhatikan serta peduli terhadap sesama.

Keempat, sayang. Menyayangi dan mencintai saudara sesama muslim, merupakan perintah Allah dan Rasul-Nya. Bahkan rasulullah menganggap seseorang tidak beriman, jika tidak mencintai saudaranya yang lain. Hal itu sebagaimana yang disampaikan dalam hadits, yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhori yang artinya “Dari Anas, Rasulullah saw., bersabda: Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri”.

Kasih sayang dan rasa cinta kepada saudara, tidak cukup hanya diungkapkan lewat kata-kata manis di bibir saja. Namun harus bisa dibuktikan lewat perbuatan yang menunjukkan kasih sayang kepada sesama.

Rasa sayang, menurut al-Razi dan Ibnu As’ur, ilmuwan asal Persia, dapat dilakukan dengan cara memberikan rasa aman dan tidak berbuat zalim kepada sesama muslim. Berbuat zalim, misalnya dengan mengintimidasi dan menakut-nakuti. Hal demikian, tidak dibenarkan. Semestinya, kita harus menerima kelebihan dan kekurangan orang lain, dengan tidak membicarakan aib mereka. Sikap merendahkan, hanya akan memicu konflik antar sesama.

Selain itu, kasih sayang dapat pula berupa saling mengingatkan antarsesama, untuk memperkuat ukhwah islmiyah. Para ulama terdahulu selalu memberikan nasehat antar sesama, baik secara lisan maupun tulisan. Mereka dengan senang hati dan lapang dada menerima nasehat tersebut. Pepatah arab mengatakan: shodîquka man abkâka lâ man adlhakaka. Sebenar-benarnya teman adalah yang membuatmu menangis bukan yang membuatmu tertawa.

Kelima, silaturahmi. Silaturahmi artinya menyambung atau menjalin hubungan kasih sayang, persaudaraan atau kekerabatan. Menjalin siilaturahmi tidak saja dengan saudara kandung dan saudara yang memiliki hubungan nasab, namun juga dianjurkan kepada seluruh kaum muslimin di mana pun berada.

Menjalin silaturahmi artinya membangun kasih sayang dan kelemahlembutan antarsesama demi menjalin persaudaraan yang hangat dan baik. Silaturahmi bisa dilakukan kepada siapa saja, keluarga, sanak famili, tetangga, teman-teman bahkan kepada orang yang belum dikenal sebelumnya.

Seseorang yang senantiasa melakukan silaturahmi akan memiliki banyak saudara, teman dan kenalan. Hatinya akan memiliki empati, untuk saling menghormati dan menghargai. Dengan silaturahmi akan terwujud kerukunan hidup antarsesama.

Selain itu seorang yang banyak silaturahmi akan menjadi hamba yang sangat mulia di sisi Allah, dilapangkan rezeki dan dipanjangkan umurnya. Sebagaimana tertuang dalam sabda rasulullah, yang artinya “Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka sambunglah tali silaturahmi” (HR. Bukhori Muslim).

Semoga kita bisa mewujudkan ukhwah islamiyah antar sesama. Mudah tersenyum dan membiasakan diri mengucapkan salam ketika bertemu dengan siapa saja. Saling menyapa ketika bertemu dan berpapasan, serta menyayangi mereka layaknya menyayangi diri sendiri dan memperbanyak silaturahmi. Sehingga dengan demikian akan tercipta kehidupan yang aman, tentram dan harmonis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.