Bawalah apa yang bisa kalian bawa kalau tidak bisa membawa semuanya bawa satu saja sebagai bukti kalian santri Al-Amien.” KH. Muhammad Idris Jauhari

Mengingat TMI Al-Amien Prenduan adalah lembaga yang paling unik dan menarik bagi saya, di mana tiap santri dibekali dengan Kompetensi Dasar (Komdas) dan Kompetensi Pilihan (Kompil).

Lembaga ini memiliki sistem pendidikan sendiri namun diakui oleh Kemenag dan Kemendibud yang dulu dikenal dengan DIKNAS. Program Reguler diperuntukkan bagi santri yang mendaftar dengan ijazah SD/MI atau sederajat, sedang Program Intensif bagi yang masuk dengan berbekal ijazah SMP/MTs atau sederajat. Adapun Program Akseleratif diperuntukkan bagi santri yang memiliki IQ di atas rata-rata.

Saya terus saja berpikir dan memantapkan pilihan pada dunia tulis menulis, Kiai saya juga seorang penulis. Dari Kiai Idris, saya belajar istiqamah dalam menulis.

“Cara bersyukur seorang penulis adalah dengan tetap menulis,” dawuh Kiai Idris terus bergema dalam ingatan saya. Dan lewat dunia tulis menulis inilah saya berani mengumumkan diri sebagai alumni Al-Amien Prenduan.

Lahir di Pesantren Salaf dan nyantri di Pesantren Khalaf atau Modern seperti Al-Amien Prenduan memberi warna tersendiri dalam hidup saya. Di tengah kegemaran keluarga besar kepada kitab kuning, saya memilih gemar dan menggeluti dunia tulis menulis. Saya menyadari kemampuan saya dalam bidang baca kitab sangat minim dan saya merasa lebih percaya diri jika memperkenalkan diri sebagai penulis tamatan Al-Amien.

Alhamdulillah lewat puisi, saya berkesempatan melintasi Malaysia dan Brunei. Mengikuti Kongres Penyair Sedunia Ke-33 di Ipoh Malaysia bersama penyair dari 32 Negara.

Menyaksikan dari jarak dekat bagaimana para penyair membacakan puisinya di atas pentas. Dalam acara tersebut, saya berkesempatan membacakan puisi saya dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.

Di Japan Foundation Jakarta tahun 2011 saya membacakan puisi berbahasa Madura dan berbahasa Indonesia lengkap dengan baju khas orang Madura.

Kadang kala, saya dan puisi saling berpacu. Kadang kala bertamasya dahulu baru lahir puisi, kadang pula menulis puisi dahulu baru mengunjungi tempat yang menjadi pembahasan dalam puisi yang saya tulis.

Saya pun tak pernah menyangka bisa berkunjung ke Universiti Pendidikan Sultan Idris di Malaysia, terlebih berkesempatan membacakan puisi saya di kampus tersebut. Saya memaknainya sebagai kejutan dari Allah lewat puisi.

Masih lekat dalam ingatan saya, ketika saya mengumumkan kepada teman-teman bahwa saya akan keliling dunia lewat puisi, yang saya dapat hanya tatapan sinis, namun saya tetap teguh memegang keyakinan saya sembari tetap menulis.

Paling tidak meski tidak seluruh dunia berhasil dikunjungi sudah ada negara yang disinggahi lewat puisi. Hingga kini tak terhitung berapa jumlah buku Antologi Bersama yang terbit baik di dalam maupun di luar negeri. Kalau buku puisi tunggal sudah menerbitkan empat buku yakni Kamar Hati yang diterbitkan oleh Shell-Jagat Tempurung, tahun 2012, Menemukan Allah yang diterbitkan oleh Pena House, tahun 2016, Surga yang Dilahirkan yang diterbitkan oleh FAM Publishing, tahun 2019, Bekal Termahal Seorang Istri  yang diterbitkan oleh FAM Publishing, 2019.

Kiai Idris memang benar-benar telah wafat. Namun dawuh dan impiannya masih hidup dalam ingatan santri-santrinya termasuk ingatan saya. Saya memilih jalan sebagai seorang penulis sebagai salah satu terjemahan dari impian luhur Kiai Idris memalalui dawuh Kiai Idris, saya bermimpi di pondok ini lahir 1000 orang penulis. Dan semoga saya termasuk salah seorang penulis dari seribu penulis yang diimpikan Kiai Idris.

One thought on “Magnet Dawuh Kiai Idris

  1. Pingback: Membaca Pendahuluan | TMI Al-Amien Prenduan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.