Pengabdian merupakan masa-masa dimana seorang santri mengaplikasikan ilmu yang telah diperolehnya ke tengah masyarakat. Hal inilah yang juga dilakukan oleh Adib Faydurrahman, alumni TMI tahun 2021. Dalam masa-masa pengabdiannya, ia telah berhasil membuat sanggar juga mengadakan lomba cipta puisi dan baca puisi sekabupaten di yayasan tempat ia mengabdi, Yayasan Zainussalim di desa Gadhu Barat dusun Prigi.
Selama menjadi santri, Adib memang banyak berkecimpung dalam dunia kesusastraan. Ia pernah menjadi ketua buletin Klik, sekretaris buletin Senja, BAPUSBIT (Bagian Perpustakaan dan Penerbitan), serta ketua SSA. Adapun awal ia bersentuhan dengan sastra ialah ketika ia masih kecil, dimana ibunya sering mengajarinya membaca puisi. Tapi, fase dimana ia mendalami sastra ialah ketika ia menjadi santri. “Saya mengenal sastra lebih dalam itu waktu mondok di Al-Amien, dan masa pengabdian itu merupakan media saya dalam mengaplikasikan apa yang saya dapat di Al-Amien,” ungkapnya.
Pada tanggal 17 Agustus lalu, ia secara resmi membentuk sanggar di Yayasan Zainussalim. Sanggar itu awalnya diberi nama Sanggar Sastra Zainussalim. Lalu pada tanggal 18 November, ia bersama dengan seluruh anggota sanggar memutuskan untuk mengubah nama sanggar menjadi Teater Jayakulis, kepanjangan dari Jamanika Bayu Kalis yang berarti tirai angin suci. Menurutnya, inspirasi mencantumkan nama angin diambil dari sebutan daerah tersebut, yaitu kota angin. Tirai adalah latar dari teater, sementara suci itu makna menyeluruh. Adapun kegiatan di sanggar itu di antaranya adalah tadarus puisi, pengumpulan karya, keaktoran, serta SASEBU yang diadakan sebulan sekali sejak bulan september.
Adib mengaku bahwa ia membuat sanggar sebab ia melihat masyarakat daerah tempatnya mengabdi itu lebih berpartisipasi dalam dunia sastra dibandingkan daerah lain. “Saya melihat di situ, mereka lebih berpartisipasi kalau dalam dunia sastra. Kan kalau seandainya di daerah-daerah lain kebanyakan malu-malu untuk memulai, tetapi mereka itu antusias,” jelasnya.
Dalam masa pengabdiannya, selain membuat sanggar, ia bersama anak didiknya juga berhasil mengadakan lomba baca puisi dan cipta puisi tingkat kabupaten. Lomba tersebut dilaksanakan pada tanggal 20-22 November. Baginya, adanya lomba ini sebagai ajang membeli nama, atau dengan kata lain untuk mengenalkan bahwa Teater Jakayulis itu ada. Terkait dengan lomba tersebut, masyarakat sekitar memberikan respon positif, terutama karena itu merupakan hal perdana di sana.
Untuk dana, mengingat yayasan tempatnya mengabdi merupakan yayasan kecil, maka ia meminta anggaran ke DPR, pemerintah, kepala desa dan kepada dinas pendidikan. “Berhubung kita itu yayasan kecil, bukan seperti yayasan besar, jadi dana itu tidak instan, tapi kita butuh proses. Kita nganggarin dana ke DPR, ke pemerintah, ke kepala desa, ke dinas pendidikan,” ujarnya.
Kini, usia sanggarnya sudah hampir menginjak 4 bulan, tapi dalam usia yang tergolong muda itu, beberapa prestasi sudah berhasil diperoleh sanggar binaannya. Anak didiknya tercatat sudah ada 4 prestasi, mulai dari tingkat kecamatan hingga kabuaten yang telah diraih, yaitu juara 1, 2, dan 3 dalam lomba baca puisi tingkat SMP dan SMA sekabupaten Sumenep di PP. Al-Karimiyah, serta juara 1 lomba baca puisi tingkat kecamatan yang diadakan oleh IPNU kecamatan Ganding. Sementara ia sendiri berhasil menjadi juara 1 lomba baca puisi tingkat umum sekabupaten Sumenep, serta juara 2 lomba baca puisi tingkat umum se-Madura. (OZ)
Pingback: Bergerak Mengabdi, Memulai dari Diri Sendiri | TMI Al-Amien Prenduan
Pingback: Mengabdi Lewat Hobi | TMI Al-Amien Prenduan