Menjadi perempuan tangguh, merupakan impian bagi hampir semua perempuan di dunia ini. Perempuan tangguh, harus dibarengi dengan semangat juang dan pantang menyerah dalam kondisi apa pun.

Namanya Iffa Mardhiyyah. Akrab dipanggil Ustadzah Ifa. Ia merupakan alumni TMI Putri Al-Amien Prenduan tahun 1997. Bersama keluarganya, Ustadzah Ifa sukses mengelola bisnis dan juga yayasan pendidikan As-Shofa, di daerah Jubung, Kabupaten Jember.

Ibu dari enam anak ini, merupakan sosok yang enerjik dalam menjalani rutinitas sehari-hari. Selain mengelola bisnis dan yayasan, ia juga aktif mengajar dan berorganisasi. “Saya menjalani aktivitas normal sehari-hari sebagai seorang ibu dan guru. Sementara aktivitas bisnis, saya lakukan di sela-sela  tugas sebagai ibu dan guru. Bahkan di luar aktivitas tersebut, saya turut serta dalam beberapa kegiatan organisasi, yaitu KKM (Kelompok Kerja Madrasah)  dan Muslimat,” jelasnya.

Dalam mengelola bisnis, tentu sebagai perempuan Ustadzah Ifa harus mengerahkan daya dan upayanya. Menurutnya, kemampuan memanage tim merupakan kunci utamanya. Sebab, setiap proses bisnis yang ia jalankan tidak bisa ditangani seorang diri. Sehingga butuh tim yang solid dalam mengatur perencanaan, pengeloaan hingga evaluasinya. “Mereka juga yang membantu saya untuk menyeimbangkan waktu antara dua kesibukan di yayasan maupun usaha. Titik krusialnya memang di pengaturan waktu dan kerja tim,” tegas perempuan yang pernah mengenyam pendidikan di Universitas Al-Azhar, Kairo itu.

Ada hal menarik untuk dijadikan inspirasi, dari perjalanan sukses Ustadzah Ifa. Yakni, spiritnya dalam berbisnis. Ketua Yayasan Pendidikan As-Shofa itu menjelaskan, bahwa aktivitas bisnis yang ia jalankan, merupakan media untuk mengembangkan yayasannya. Sehingga niat awal dalam berbisnis, semata-mata untuk membantu yayasan pendidikannya agar dapat berjalan dan berkembang dengan baik.

Ketika ditanya, mana yang lebih diprioritaskan antara yayasan atau bisnis, jawaban Ustadzah Ifa begitu mengejutkan. Dua-duanya sama-sama menjadi prioritas. Sama-sama ditangani dengan serius. Hanya motif dan tujuannya yang berbeda. Karena di bidang bisnis, tujuan untuk memperoleh profit. Sementara yayasan, memiliki tujuan lebih kompleks serta unsur yang lebih beragam.

Dalam hal pengembangan bisnis, katanya, jika tidak berhasil, masih bisa diupayakan dengan memulai bisnis lainnya. Namun bila yayasan ada hambatan, maka yang dipertaruhkan banyak hal, yang nilainya jauh lebih mulia daripada bisnis. “Di yayasan, ada murid yang harus dididik. Ada guru yang hidupnya diabdikan ke pendidikan. Ada perjuangan. Profit yang dihasilkan dari bisnis tersebut, diharapkan menjadi instrumen yang kelak dapat menguatkan kedudukan yayasan,” aku perempuan yang baru menyelesaikan jenjang doktoral tersebut.

Pengalaman Tak Ternilai, di Al-Amien

Dalam menjalankan bisnis dan mengelola yayasan, tidak lantas serta merta segalanya berjalan mulus. Ustadzah Ifa juga pernah mengalami jatuh bangun dan ribuan kendala, dalam mengelola bisnis dan lembaganya. Hanya saja, kendala tersebut ia sadari sebagai bagian dari pembelajaran. Sebuah kendala, menurutnya, akan rumit bila disikapi dengan rumit. Misalnya, masalah yang kadang sepele, bisa menjadi masalah yang rumit, hanya karena situasi yang tidak kondusif.

Ustadzah Ifa mengaku, yang paling sering terjadi adalah miss-komunikasi dan miss-persepsi, baik di bisnis maupun di yayasan. Keduanya memiliki kesulitan masing-masing. Namun, perempuan kelahiran Malang itu mengaku, lebih sulit menerima dampaknya, bila kendala itu terjadi di yayasan.

Upaya mengatasi persoalan-persoalan semacam ini, tentu tidak terjadi secara instan. Komisaris PT Griya Fitri Utama itu mengatakan, bahwa pengalamannya selama mondok di Al-Amien cukup kuat dalam membentuk karakter dalam dirinya. Baginya, Al-Amien lah yang menanamkan nilai-nilai dan menguatkan karakter tangguh dalam menjalani seluruh aktivitas. Misalnya, nilai kemandirian yang ditanamkan sejak awal nyantri begitu terasa berharga, saat ia menjadi alumni.

Selain itu, pengalaman selama menjadi pengurus ISTAMA, sangat berdampak pada aktivitas-aktifitasnya dalam mengelola organisasi dan tim, baik di wilayah bisnis maupun yayasan. “Ketika menjadi pengurus, saya belajar untuk menuntaskan program-program organisasi, tanpa melupakan kewajiban untuk menuntaskan tugas belajar di kelas. Dari sini saya belajar menyeimbangkan aktivitas, mengatur waktu, dan mengorganisir serta berbicara di depan orang banyak,” kenangnya

Dalam menjalankan aktivitas hidup, baik memulai bisnis ataupun memulai mengabdikan diri untuk pendidikan, hanyalah upaya untuk mengisi hidup sehingga menjadi lebih bermakna. Maka, bagi siapa pun yang ingin memulai, maka mulai saja. Jangan menunda. Jangan menunggu pintar. Jangan menunggu bisa. Bismillah. Pelajari setiap prosesnya dan jalani.

“Kita hidup satu kali. Maka hidup yang cuma sekali ini, kita jalani dengan sebaik-baiknya dan sebermakna mungkin. Apa pun yang terjadi, kita hanya bisa menjalaninya dengan sebaik-baiknya dalam versi terbaik kita. Sehingga, hingga nanti kita bisa mempertanggungjawabkan semua itu di hadapan Allah,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.