Keadaan di Kota Mekkah kembali seperti sedia kala, aktifitas kembali normal, setelah kejadian penguasaan Ka’bah oleh Abrahah Raja Habasyah dan pasukannya yang jika dipikiran secara akal sehat, tidak mungkin ada yang mampu menghalangi pasukan Abrahah dan pasukannya untuk menghancurkan ka’bah. Tapi Allah berkehendak lain, pertolongan datang dari cara yang sudah Allah takdirkan dan tetapkan, janji Allah SWT benar adanya. Ka’bah dan Kota Suci itu selamat dari serangan Abrahah. Penduduk Mekkah menyebut kejadian tersebut dengan Tahun Gajah.

Malam hari setelah kejadian itu, terjadi suatu keajaiban yang sangat mencengangkan para pembesar agama termasuk Abdul Muthalib pemimpin kaum muslimim. Langit malam begitu cerahnya menampakkan alam semesta dan isinya, bulan bersinar indah menerangi malam yang penuh kesunyian, hembusan angin yang menandakan adanya ketenangan, api abadi kaum majusi padam, dan pantulan cahaya bulan terlihat terang sangat indah menghiasi rumah seorang bayi mulia yang baru saja dilahirkan.

Tepat ketika fajar mulai menyingsing, Senin 12 Rabi’ul Awwal, yang bertepatan pada tanggal 20 April 571 M., lahirlah seorang anak yatim dari rahim seorang ibu sederhana nan mulia, menawan paras dan baik akhlaqnya. Seorang yang dirindukan kehadirannya oleh penduduk langit dan bumi, pemimpin kaum muslimin akhir zaman, manusia yang paling sempurna akhlaqnya, teduh pandangannya, mulia hatinya, dan manusia yang paling dekat di sisi Allah SWT, Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Diceritakan dalam sebuah kajian Ustaz Hanan Attaki bahwa Allah SWT mengutus pasukan malaikat Muqarribin dan Karubiyin untuk turun ke bumi mengelilingi Arsy menyambut kelahiran-Nya, dan mengutus Jibril untuk mengumandangkan seruan ke segala penjuru langit hingga lapis ketujuh dan segenap penjuru bumi hingga lapisan paling dalam. Semua bergembira menyambut kedatangan sang Baginda ‘alaihis salam.

Mendengar kabar kelahiran sang cucu, bergetar hati Abdul Muthalib, tetesan air mata yang menetes di pelipisnya tidak mampu ia bendung. Sambil memandangi wajah bayi kecil yang digendongnya, hilang sudah rasa sedihnya, pelipur lara pengganti anaknya Abdullah. Berucap di dalam hati kakek itu, “engkau nanti yang akan melakukan hal besar”. Bergegas Abdul Muthalib yang penuh kegembiraan di hatinya pergi ke Ka’bah, mengumumkan cucunya itu dengan nama Muhammad.

Awalnya nama ini tidak umum di kalangan orang arab, namun cukup terkenal di berbagai kitab ajaran agama termasuk Agama Islam. Pada hari ketujuh setelah kelahirannya, Abdul Muthalib  menyembelih unta untuk melakukan syukuran, ia mengundang masyarakat Quraisy. Mereka bertanya-tanya mengapa ia tidak menggunakan nama nenek moyang mereka sebagaimana mereka lakukan seperti biasanya. Kemudian Abdul Muthalib  menjelaskan bahwa ia menginginkan cucunya itu menjadi orang terpuji bagi Tuhan dan bagi makhluk-Nya di bumi.

Kelahiran bayi mulia yang ditandai dengan berbagai peristiwa di seluruh alam semesta, bukan tanpa sebab, melainkan karena Allah SWT “Al-Kholiq” berkehendak menunjukkan betapa mulianya sang kekasih; Rasulullah SAW, hadir di antara ummat Manusia. Memberikan Al-Qur’an sebagai mu’jizat terakhir para anbiya, pemberi syafa’at untuk ummat islam dan penolong Agama Allah SWT.

Bukanlah menjadi sebuah persoalan, mempertanyakan kelahiran sang Baginda, mengapa beramai-ramai seluruh manusia berkumpul untuk membaca sholawat menyambut kelahirannya? Itu tidak lain adalah agar kita mendapatkan syafaat Nabiyullah Muhammad SAW. “Maulud” adalah istilah yang biasa kita dengar di bulan penuh kegembiraan ini, semua orang beramai-ramai berkumpul, biasanya diisi dengan mahallul qiyam dan tausyiah kiai, ustaz ataupun tokoh masyarakat di sekitar, dengan sedikit buah-buahan, makanan dan minuman sebagai hidangannya.

Betapa banyak kita mendengar kisah sang Baginda yang mampu menyentuh hati. Hampir setiap kehidupan Rasulullah, menjadi inspirasi bagi hidup kita. Mulai dari dimana Rasulullah lahir tanpa seorang ayah yang menemaninya, harus berpisah dengan ibunya ketika pada masa asuhan sampai umurnya 4 tahun, dibenci keluarga dan masyarakatnya untuk menyebarkan dan berjihad pada Agama Allah SWT. Rasa bingung selalu menghantui pikirannya ketika hendak mendapatkan wahyu pertama di Gua Hira pada bulan suci Ramadhan, menahan lapar demi mensejahterkan rakyatnya, tak sering juga mendapatkan cacian dan makian dari orang yang menentangnya. Perbuatan, perkataan dan perasaan Rasulullah yang dicontohkan kepada kita, menjadikan beliau sebagai Figur tauladan yang abadi sampai akhir hayat, menjadikan Rasulullah tetap hidup, ada dan membimbing kita kepada jalan yang benar.

Kita selayaknya harus beryukur dengan sebenar-benarnya syukur. Karenanya, kita memiliki orang yang benar-benar mencintai kita, melebihi orang tua kita sekalipun, penyelamat dunia dan akhirat, yang dimana namanya berdampingan dengan sang Pencipta. Tidaklah akan diterima sholat dan doa seorang hamba, bilamana sholawat kepada Rasulullah tidak ada di dalamnya. Kecintaan beliau kepada ummatnya sangatlah besar, perjuangan dan pengorbanan yang beliau lakukan, tidak terkecuali untuk kita. “Ummati, ummati, ummati”, adalah ucapan terakhir dari lisan yang mulia sang Baginda sebelum wafatnya pada 12 R. Awal tahun 11 H, yang bertepatan dengan tanggal 8 Juni 632 M, di umurnya yang ke 63 tahun.

Berbagai cara dapat dilakukan untuk memuji sang Baginda, mendekatkan diri hingga beliau hadir di antara kita. Sholawat sendiri mempunyai banyak manfaat untuk kehidupan kita, salah satu bacaan sholawat yang dijelaskan oleh Asy-Syaikh al-Utsaimin dalam “Syarah Riyadus Solihin” yang dikutip dari buku “Memahami Bacaan Sholat” karya Abu Ustman Kharisman, adalah; “اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ”, yang artinya; “Ya Allah, limpahkanlah kesejahteraan dan keselamatan atas Nabi Muhammad dan keluarganya”.

Sederhana diucap, singkat dilakukan, namun berdampak pada dunia dan akhirat yang masih samar tak tentu arah dan tujuannya. Dengan membaca sholawat, inysaAllah Rasulullah akan menuntun kita kepada Ridho Allah SWT. Namun pada saat ini, tak sedikit dari kita terkadang lupa bersholawat kepada Rasulullah, dengan alasan yang beragam. Terlalu sibuk pekerjaan duniawi, gadget digenggam seharian hingga waktupun dihiraukan, mengikuti “trend” yang semakin modern dengan tekonologi. Sadarkah kita, Rasulullah akan sedih mendengar kabar itu?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.