Ambil satu cerita yang pernah saya baca, langsung pada singkat ceritanya.

Malam itu seorang lelaki hendak merampok, karena ia kelaparan dan belum mendapatkan hasil rampokan, ia singgah di masjid tempat Rasulullah SAW mengajarkan nilai-nilai kehidupan. Sebenarnya, ia minder dengan profesi yang tengah ia jalani tersebut. Ia duduk di pojok masjid, jauh dari para sahabat Nabi yang tengah menyimak nasihat-nasihat Rasulullah SAW. Ia menyendiri dengan rasa lapar yang menyelimuti. Dalam salah satu nasihatnya, Rasulullah bersabda. “man taraka syai’an fii haramihi naala fii halaalihi. (Barang siapa yang meninggalkan sesuatu dalam kondisi haramnya, niscaya ia akan mendapatkannya dalam kondisi halal)”.

Sayup-sayup ia dengar nasihat Rasulullah SAW tersebut. Karena rasa lapar yang sangat, nasihat ini saja yang dapat ia tangkap dan dapat ia rekam.

Malam semakin larut, rasa laparnya semakin kuat menggerogoti perutnya. Di tengah sepinya malam, ia keluar mencari pengganjal perut; mangsa. Nah sebuah rumah pintunya terbuka. Rumah janda muda ditinggal suaminya. Kesempatan emas di depan mata. Hidangan tersaji seiring dengan lapar yang menggoda. Ia masuki rumah itu dengan mudah, saat hendak meraih makanan tersebut, ia gemetar, pesan Nabi hadir, “man taraka syai’an fii haramihi naala fii halaalihi..”

Ia berjalan hendak keluar, ia melihat lemari berisi emas dan perhiasan, yang dengan harta itu ia bisa membeli makanan sehingga berkecukupan, tidak lagi kelaparan. Saat hendak meraih harta dan perhiasan tersebut, pesan nabi teringat kembali “man taraka syai’an fii haramihi naala fii halaalihi.” Lagi-lagi ia gagalkan diri untuk mengambil perhiasan yang bukan miliknya itu. Masih lapar, ia bergegas keluar. Melewati kamar, ia hatinya tergetar. Melihat janda muda itu tertidur, syahwatnya berkobar. Ia datangi kamar wanita itu. Kembali ia gemetar. Tersentak dan tersadar. Man taraka syai-an fii haramihi naala fii halaalihi.” Dengan rasa lapar, gemetar, ia kembali ke masjid Nabi, dan beristighfar hingga pagi tiba ia menahan rasa laparnya.

Pagi hari tiba,  janda dalam cerita di atas mendatangi Rasulullah SAW, dan menceritakan apa yang dirasakannya tadi malam. Kemudian ia meminta kepada Rasulullah SAW untuk dicarikan lelaki shaleh yang siap melindunginya. Nabi pun mencari siapa yang bersedia menjadi pendamping janda tersebut. Kemudian Nabi ditujukan kepada laki-laki perampok yang tengah kelaparan. Nabi menawari dan laki-laki itu menyanggupi. Pesan Nabi kembali hadir “man taraka syai’an fii haramihi naala fii halaalihi.” Terbukti, ia kini halal makan makanan yang semalam haram baginya. Halal memiliki harta dan perhiasan wanita yang kini jadi istrinya. Ia halal untuk menggauli janda yang semalam jadi haram baginya.

Sebenarnya, penggalan cerita di atas tidak begitu penting, namun yang terpenting adalah respon kita terhadap penggalan cerita di atas. Begitulah hikmah bercerita. Mungkin ceritanya hanya biasa saja, namun akan menjadi luar biasa ketika kita cerdas memahamaminya.

Keyakinan yang mendalam dari seorang perampok tentang kebenaran nasihat Rasulullah SAW yang ia dapatkan. Ia sangat yakin dengan nasihat Nabi, keyakinan itu begitu kuat, mengakar dan mendasar sehingga memberi spirit yang besar dan bereffect positif. Hal ini seharusnya terjadi kepada masing-masing dari kita sebagai penggerak pendidikan di pondok pesantren al-Amien Prenduan, ketika keyakinan kita terhadap prinsip-prinsip pondok sudah mengakar kuat dan mendasar dalam diri kita, tanpa ada keraguan sedikit pun, maka apapun yang sudah menjadi prinsip dan tradisi di pondok, akan kita lakukan tanpa harus merubahnya dengan tradisi yang kita anggap lebih baik.

2 thoughts on “Tanamkan Keyakinan; Belajar dari Perampok

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.