Mendengar kata “harmoni” spontan tergambar di dalam pikiran yaitu segala hal tentang musik. Dan sebenarnya “Harmoni” tidak hanya bisa ditemukan di dalam musik. Harmoni dalam bahasa Yunani: harmonia, berarti terikat secara serasi/sesuai. Dalam bidang filsafat, harmoni adalah kerja sama antara berbagai faktor dengan sedemikian rupa hingga faktor-faktor tersebut dapat menghasilkan suatu kesatuan yang luhur. Namun “harmoni” kali ini bukanlah tentang musik. Melainkan “harmoni” yang lebih merdu dari pada musik.

Tarbiyatul Muallimien al-Islamiyah atau yang juga dikenal dengan Bumi Djauhari, menurut saya adalah lembaga pendidikan yang tidak pernah tidur, selalu terjaga 24 jam, di dalamnya selain diramaikan oleh santri juga diramaikan dengan banyak agenda, deadline, persiapan dan pelaksanaan banyak hal, pengawasan, evaluasi, pengembangan hal-hal baru, serta membudayakan sunnah-sunnah yang baik dari para leluhur almamater. Rutinitas yang mengagumkan bukan ?

Tak pernah lelah kyai dan nyai selalu mengingatkan untuk tidak tenggelam dalam rutinitas, untuk tidak terlena dengan rutinitas, untuk terus ikhlas dan semangat berjihad. Sehingga pada akhirnya kita menemukan cara untuk meningkatkan produktivitas di tengah rutinitas. Karena rutinitas tanpa produktivitas hanya akan membuat seseorang menjadi burn out atau depresi. Dan seharusnya seorang ummat Nabi Muhammad SAW tidak menderita depresi berkepanjangan.  Nasehat itu diperuntukkan kepada seluruh penghuni Bumi Djauhari, seluruh elemen almamater.

Di sebuah sore di salah satu ruangan Marhalah ‘Aliyah yang sering digunakan untuk kumpul mingguan ustadzah, nyai, dan kyai, yakni Meeting Hall, tidak diketahui persisnya kapan diri ini mulai menyadari bahwa segala kepadatan rutinitas yang ada di pondok ini melahirkan sebuah harmoni yang indah. Bermula dari bertambahnya rentetan acara dikumpul rabuan ini, yaitu evaluasi dengan dibacakannya perkembangan kinerja ustadzah oleh setiap Mudir. Kemudian di kegiatan yang lain pun diri ini merasakan bertambah ketatnya disiplin pondok. Tentu itu bukan hal yang mudah untuk dijalani, layaknya minum obat, pahit tapi menyembuhkan. Clue pertama.

Clue kedua.

Setiap malam jum’at diadakan acara istirham bersama para ustadzah di Diwan Ma’had. Apakah ada evaluasi lagi setelah acara? o tentu saja. Setelah istirham pasti diadakan dialog santai dan singkat antar ustadzah, barangkali ada perihal yang ingin diberitahukan kepada khalayak banyak. Setelah itu dilanjutkan dengan evaluasi sholat jamaah ustadzah selama satu minggu yang memiliki sapaan akrab di antara kami dengan yaumul hisab, dan penulisan laporan rayon selama satu minggu. Lagi-lagi seperti minum obat. Pahit tapi menyembuhkan. Kemudian jum’at pagi dilanjutkan oleh kumpul mingguan para nyai bersama pengasuh putri Ny. Hj. Zahrotul Wardah. Kumpul ini memiliki sapaan akrab Jum’atan. Jelasnya keadaan di dalam forum ini saya tidak mengetahui bagaimana, akan tetapi yang menjadi hal yang tersemat di dalam otak ini adalah, evaluasi. Adapun untuk para pengasuh bersama pimpinan dan pengasuh, diadakan kumpul bersama setiap hari selasa. Atau sapaan akrabnya adalah kumpul Selasaan.

Clue ketiga.

Masih dengan acara kumpul mingguan, kali ini di setiap hari Ahad bersama staff ma’had dan mudir ma’had putri KH. Suyono Khattab. Kumpul mingguan ini memiliki sapaan akrab diantara kami yakni Ahadan. Sangat jelas sekali di dalamnya mengandung evaluasi dan perencanaan tentang agenda yang akan dikerjakan selama seminggu kedepan. Adapun setiap hari sabtu adalah kumpul mingguan staff MTs dan MA bersama nyai dan mudir marhalah masing-masing. Sapaan akrabnya adalah Sabtuan. Kumpul selanjutnya adalah KGBE atau Kelompok Guru Bidang Edukasi, diperuntukkan seluruh guru sesuai dengan materi yang diampu yang dilaksanakan di hari yang berbeda.

Clue keempat.

Salah satu agenda baru di JQH untuk para ustadzah adalah diadakannya evaluasi mingguan sesama ustadzah JQH, yang untuk saat ini masih belum memiliki sapaan akrabnya. Kumpul ini dilaksanakan setiap malam kamis, membicarakan hal-hal selama seminggu seputar kegiatan JQH, dan juga diselingi membicarakan hal-hal ringan. Lagi-lagi hanya satu hal yang diri ini sadari. Evaluasi.

Dengan rutinnya diadakan evaluasi atau kumpul bersama. Dari seluruh lapisan, dari forum terkecil hingga forum terbesar, yang mana menurut saya kumpul terbesar ini ada pada kumpul Selasaan karena didalamnya diputuskan banyak hal. Sejak saat itulah diri ini menyadari dan dibuat takjub oleh rentetan rutinitas yang ada di pondok ini.  Maka dimanakah letak “harmoni” yang dimaksud?

“Harmoni” itu ada pada kontribusi seluruh personal di pondok ini untuk menjaga keseimbangan dan stabilitas pondok. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa harmoni adalah kerja sama antara berbagai faktor dengan sedemikian rupa hingga faktor-faktor tersebut dapat menghasilkan suatu kesatuan yang luhur. Maka sesungguhnya evaluasi dan rutinitas yang bermacam-macam itu bukanlah menjadi wacana atau forum bicara saja. Karena disetiap evaluasi melahirkan sebuah perubahan yang konsisten, menjadi baik dan lebih baik terus menerus. Seperti minum obat bukan? pahit tapi menyembuhkan. Ya. Menyembuhkan diri setiap penduduk pondok yang sedang terlelap atau sedang tidak baik-baik saja semangatnya. Di tengah padatnya rutinitas dan evaluasi dimana-mana, apapun yang terjadi semuanya harus tetap stabil dan bahkan harus menjadi lebih baik. Maka dari sanalah “harmoni” itu memeriahkan histori almamater tercinta ini.

One thought on “Harmoni dalam Rutinitas

  1. Aisyah Nur Syarifatul Maulidiyah AEL says:

    Masya Allah, luar biasa harmonika di Pondok, walau tidak lekat dengan musik, harmoni sebuah bentuk instrumen yang mengalir sendu seperti kiranya sebuah cerita. Semangat terus dalam berkarya usth Wasilah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.