Cendana
Sebelum kau pahat seluruhnya dariku
lepas terlebih dahulu
beberapa budak yang kau anggap cula badak
agar benteng yang ayahku bangun
tak lekas roboh dan terayun
pasti ada beberapa yang hendak menyodornya
tapi aku masih berbuyut Pak Hatta.
mampu menjalar di sabut dunia
mendinginkan asa dalam gulita
lalu menyewa satpam pemula yang mati rasa
Korpas
ada celah
aku masuk dari kiri
meski mendung katamu:
adik tiriku
yang senang merenung
membawa payung
sambil berkebun mawar langka
Argh…
korpas lagi
korpas lagi
takdirmu saja yang kupaksa
untuk berhenti berwisata
agar kau bisa melihat bumi seni
semoga kali ini bukan yang terakhir kali
kesempatannya untuk mati suri
Mata Penjuru
kali ini adalah kali pertama
kau kubiarkan menghindar
menjauh dari nadi
di mana aku sendiri yang melindungi
hahaha…
mengapa bisa?
jiwa-jiwa terbakar oleh kunyit
yang kupadu dengan kulit masyarakat
padahal aku di sini sekadar bandar
yang diasingkan dalam miniatur
dengan akar-akar yang siap menjalar
pribumi…!
aku terlihat menyendiri
menyindir biri-biri berlumpur tak berarti
bahkan kau, hanya sekadar naluri bagi negeri ini
mengiku hawa
yang saat ini dibakar hangus panglima-panglima desa
*Puisi-puisi ini telah dimuat di Radar Madura pada tanggal 09 Oktober 2022 M.
Kereeennnnnnnn ๐๐