Optimalisasi Peran Guru: Jiwa Guru Kunci Sukses Mengajar

Pendidikan merupakan salah satu unsur terpenting dalam menata kehidupan kearah yang lebih baik. Pendidik atau guru merupakan salah satu komponen dalam proses pendidikan, Sikap pendidik yang mendidik memiliki pengaruh terhadap perkembangan jiwa peserta didik, sehingga guru dituntut memiliki sikap yang tepat yang sesuai dengan tuntutan tugas profesionalnya dengan penuh tanggung jawab.

Hal ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada pendidik, bagaimana proses pembelajaran yang dirancang dan dijalankan secara profesional. Berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami peserta didik. Dalam kegiatan pembelajaran selalu melibatkan dua perilaku aktif, yaitu pendidik dan peserta didik. Pendidik sebagai pengajar merupakan pencipta kondisi belajar peserta didik yang didesain secara sengaja, sistematis dan berkesinambungan, sedangkan peserta didik sebagai subyek pembelajaran yang menikmati kondisi belajar yang diciptakan oleh pendidik.

Dalam dunia belajar mengajar seorang guru tentunya akan di tuntut untuk menjadi guru yang kreatif, inovatif dan profesional baik dalam proses perencanaan pembelajaran, pelaksanaanya maupun proses evaluasi pembelajaran guna dan tujuannya adalah agar nantinya menghasilkan peserta didik yang mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya masing-masing. Maka dalam pembentukan dan pendidikan seorang guru selalu akan di tekankan seorang guru harus mampu mengolah dan mengkombinasikan serta memvariasikan model, metode dan teknik pembelajaran. Namun terkadang kita lupa beberapa hal yang tak kalah pentingnya dari proses pendidikan, yaitu Jiwa Guru atau ruhul mudaris.

Sebagaimana yang di sampaikan oleh Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor Alm. Kyai Dr. H. Syukri Zarkasyi, MA : “At-thorikotu Ahammu Minal Maddah wal Mudarrisu Ahammu Minat Tharikoh wa Ruhul Mudarris Ahammu Minal Mudarris”. Jika disimpulkan bahwa ‘Ruuhul Mudarris Ahammu min Al-Thariqah wa Al-Maaddah’. Jika diurutkan, posisi paling bawah itu materi atau isi mata pelajaran. Sekarang ini materi sudah banyak bertebaran di mana-mana, dengan demikian, guru lebih banyak berfungsi sebagai fasilitator pembelajaran, bukan satu-satunya sumber belajar.

Hal penting di atas materi pelajaran adalah metode mengajar. Materi yang sama kemudian yang membedakan antara satu dengan yang lain adalah cara menyampaikannya. Metode dan model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Semakin cocok metode yang digunakan, proses belajar mengajar akan semakin efektif.

Namun demikian, di atas metode yang digunakan oleh pengajar, jiwa dan sosok pengajar merupakan hal yang paling fundamental. Kehadiran pengajar di kelas, senyumnya yang terpancar dari wajahnya, kepribadiannya, kepekaan dan kepedulian, kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan, jauh lebih penting untuk menghidupkan suasana kelas yang menyenangkan. Sumber semua kebahagiaan di kelas itu adalah jiwa seorang guru.

Sedalam apapun penguasaan materi dan sebaik apapun metode yang digunakan tetapi jika seorang guru tidak memiliki jiwa mengajar maka penguasaan materi dan metode tersebut tidak akan ada gunanya. Hati nurani seorang guru inilah yang menjadi dasar seorang guru dalam melakukan kegiatannya, karena hati menunjukkan keikhlasan.

Suatu profesi itu akan sukses jika di jalani sesuai dengan bakat, jiwa dan hobi seseorang, karena berapa banyak nama dibelakangnya disematkan gelar ‘S.Pd’ yang dikukuhkan untuk menjadi sesorang guru, namun setibanya di kelas rasanya hati tak nyaman bertemu dengan banyak murid, jika bertemu murid yang nakal dan bodoh perasaan hati ingin marah dan kesal. Maka berangkat dari sini lah mengapa di katakan jiwa guru itu penting untuk membentuk guru seutuhnya.

”Guru yang menguasai materi, memiliki metode yang sesuai, dan bisa memotivasi peserta didik sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran”. Pemahaman di atas, bukan berarti guru merupakan sosok segala-galanya dalam proses pembelajaran. Peserta didik juga sama pentingnya dalam proses pembelajaran. Tetapi, guru juga harus mampu melihat lebih jauh lagi bahwa mengajar bukan hanya persoalan teknik dan profesi. Jiwa seorang guru jauh lebih penting. Jadi, mulailah dari hati, dan mendidik dari hati.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.