“Mengapa menguasai beragam bidang, bisa membuat kita unggul di dunia yang mengedapankan kekhususan bidang?” Ada beberapa cerita sederhana untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut, dan hal ini erat kaitannya dengan argumentasi yang ingin disampaikan dalam tulisan ini. Nampaknya kisah-kisah yang akan diceritakan, akan menjadi sebuah analogi yang nantinya akan mengantarkan para pembaca mengenai kemampuan yang layak kita miliki sebagai bentuk respon terhadap perkembangan dunia yang semakin mengedepankan spesialiasasi dalam suatu bidang tertentu.

Mari kita mulai dengan kisah pertama, sebagai seorang Ayah, sudah lazim untuk mengetahui fase perkembangan anaknya dengan baik. Cerita ini tentang seorang Ayah yang mengetahui ada salah satu kelebihan istimewa yang dimiliki oleh anaknya, entah ini sebuah ramalan atau lebih kepada insting orang tua terhadap anaknya. Kelebihan tersebut nyatanya sangat nampak dalam diri anak kecil itu, di usia yang boleh dikatakan masih enam bulan, dan masih terlalu dini untuk mulai menganggap anak kecil tersebut telah memiliki beberapa kelebihan dibandingkan anak kecil pada umumnya.

Menginjak usia tujuh bulan, sang Ayah memberinya sebuah tongkat golf agar bisa dijadikan mainan, dan anak itu menyeretnya kemana-mana sembari berputar-putar menggunakan alat bantu jalannya. Di usia sepuluh bulan, ia mulai turun dari alat bantu jalan yang ia gunakan, dan merangkak ke tongkat golf yang telah dipendekkan sesuai dengan ukuran tubuhnya, lalu mengayunkanya seperti setiap kali anak kecil tersebut melihat Ayahnya bermain golf di depan halaman rumah.

Di usia yang masih sangat dini tersebut, sang Ayah mulai merespon kecendrungan potensi anaknya, lalu mulai menganggap sang anak kelak akan memiliki kelebihan yang sama dengan dirinya, yaitu menggemari permainan olaharga golf tersebut. Karena sang Ayah belum bisa berbicara secara langsung dengan putranya, maka ia membuat inisiatif untuk merancang beberapa gambar yang menjelaskan bagaimana cara memegang tongkat golf. Pada saat proses menunjukan gambar-gambar yang telah ia rancang tersebut kepada sang anak, ia tersadar masih terlalu sulit untuk memberitahu cara mengayunkan tongkat ketika anak masih terlalu kecil.

Saat usia dua tahun, menurut daftar perkembangan anak yang ditulis oleh Center For Disease Control and Prevention, fase seperti ini menjadi momen saat anak telah menampilkan beberapa kecendrungan kemampuan. Kegigihan sang Ayah dalam cerita di atas masih terus berlanjut mengajari anaknya tentang hobi yang telah lama ia latih.

Tidak ada waktu yang ia sia-siakan. Sang Ayah melatih dengan sangat konsisten dan cukup baik anaknya, mulai dari melatih cara bediri, memegang tongkat golf, sampai memukul bola, dan Ayahnya telah memetakan takdir untuk sang anak. Ia tahu dan mengenal cukup baik kemampuan yang dimiliki putranya, hingga suatu ketika sang Ayah telah berhasil menuntun anaknya pada tingkat pencapaian kemampuan terbaik, di usia remaja, anak tersebut telah mengawali karirnya dengan cemerlang berkat kegigihan Ayahnya, ia berhasil menjadi atlet terkenal dalam bidang olahraga golf, dan membuktikan bahwa ramalan Ayahnya tentang potensi yang ia miliki sedari kecil telah membuahkan hasil yang cukup sempurna.

Bayangkan saja, jika setiap orang tua mulai membangun keyakinan dan konsisten untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh setiap anaknya, maka dengan cepat dan tanpa merasa ragu, setiap Ayah akan mempersiapkan dengan baik anak-anak mereka untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang sudah bisa ia lihat saat proses tumbuh kembang mereka. Setiap Ayah memiliki kemampuan untuk melihat potensi yang dimiliki setiap anak dengan cukup baik.

Beda halnya dengan cerita kedua, cerita ini berbanding terbalik dengan cerita pertama yang dilakukan oleh seorang Ayah kepada anaknya.

Diceritakan ada seorang Ibu dalam kesehariannya bekerja sebagai pelatih olahraga, tetapi ia tidak pernah melatih anaknya untuk sesekali mendalami bakat olahraga seperti yang ia miliki. Meski Ibunya seorang pengajar olahraga tenis, ia memutuskan untuk tidak melatih putranya. “Dia akan membuat saya kesal,” kata Ibu tersebut. Pernah suatu ketika sang anak mencoba memukul semua bola tenis dengan cara yang tidak teratur, lalu saat itu pula sang Ibu mulai kesal akibat kelakukan anak tersebut.

Alih-alih mendorong sang anak untuk lebih menekuni bakat yang secara genetis dimiliki oleh Ibunya, malah agaknya dia memang “menjauhkan” putranya dari kegemaran untuk mendalami bidang olahraga. Sebagai seorang anak dia sangat gemar sekali mencoba berbagai jenis olahraga, mulai dari ski, gulat, renang, dan papan luncur. Bahkan seringkali ia menyampatkan diri untuk mencoba olahraga basket, bola volly, tenis meja, bulu tangkis, hingga bermain sepak bola yang sering kali ia lakukan di lapangan sekolah.

Menjelang usia remaja, anak tersebut semakin menggemari olahraga tenis. Dia tumbuh dengan keterampilan yang mumpuni dalam segala jenis bidang olahraga. Dan alhasil dia sukses memenangi berbagai event perlombaan olahraga. Berkat kemampuan multitalenta yang ia miliki, dirinya mendapat antusias yang sangat baik dari berbagai pihak, mulai dari sekolah, hingga mendapatkan wawancara dari koran setempat. Lambat laun, anak tersebut terampil cukup mumpuni dan sangat kompetitif dalam berbagai jenis bidang olahraga yang ia tekuni sedari kecil.  

Dari dua cerita di atas, nampaknya kita akan mengetahui dua sisi yang berbeda. Cerita pertama, seorang anak yang memang sedari dini dibentuk oleh sang Ayah untuk fokus menekuni satu bidang olahraga golf, di sepanjang usia perkembangan anak tersebut, sang Ayah mulai mempersiapkan strategi yang sangat baik dalam proses pembentukan bakat yang dimiliki anaknya.

Anak dalam cerita pertama telah menjadi lambang dari sebuah gagasan bahwa kuantitas latihan yang dilakukan secara sengaja dan terstruktur dengan baik secara langsung akan menentukan keberhasilan seseorang. Maka dari itu latihan untuk memulai mendalami suatu kemampuan, memang layak untuk dilakukan sedari dini.

Dorongan untuk memiliki fokus sejak dini agar mendalami suatu bidang akan mengantarkan pada terbentuknya kemampuan khusus dalam diri seseorang. Hari ini kita sering menyaksikan bahwa perkembangan dunia yang semakin pesat, seringkali kita dituntut untuk memiliki pengkhususan dalam suatu bidang, dan hal itu harus dimulai sejak dini.

Kita menyaksikan semakin banyaknya hal-hal khusus di tengah berkembangnya ilmu pengetahuan manusia. Kita setiap hari dipertontonkan semakin banyak terlihat dokter-dokter spesialis yang menangani secara khusus penyakit dengan sangat rinci. Spesialis kanker tidak  lagi berspesialisasi pada kanker secara umum, akan tetapi kanker yang hanya berkaitan dengan salah satu organ tertentu, dan lambat laun, kecendrungan pasa penyempitan spesifikasi ini semakin meningkat.

Beda halnya dengan cerita kedua. Anak dalam cerita kedua memberi gambaran bahwa anak tersebut telah menghabiskan seluruh masa kanak-kanaknya untuk latihan yang disengaja dengan berbagai jenis bidang olahraga yang pada akhirnya menjadi kemahirannya. Anak tersebut mengalami apa yang disebut sebagai periode “mencicipi,” ia berhasil melakukan berbagai jenis olahraga, biasanya di lingkungan yang tidak terstruktur atau sedikit tersturktur. Ia berhasil mendapat berbagai jenis kemahiran fisik, yang kelak akan ia gunakan di masa-masa tumbuh kembangnya. Ia berhasil belajar tentang kemampuan dan kemahirannya sendiri, dan di kemudian hari nantinya ia  akan mulai menentukan fokus dan meningkatkan latihan teknis di satu bidang.

Tantangan yang kita hadapi saat ini adalah bagaimana memelihara manfaat dari pengalaman yang luas dan beragam. Kita yang sering kali menunda konsentrasi di tengah perkembangan dunia yang semakin mendorong hiperspesialisasi. Tapi di sisi lain, ketika kompleksitas meningkat, saat perkembangan teknologi yang semakin pesat, dan dunia dengan perkembangan sistem yang saling terhubung di mana setiap orang akan melihat perkembangan dunia yang semakin pesat menuntut setiap individu untuk juga mulai berkembang dan menjawab semua tantangan.

Dalam kisah kedua kita akan melihat gambaran seorang anak yang dibentuk dengan beragam pengalaman serta sudut pandang mampu berjalan lebih unggul dan maju untuk merespon banyak hal, dan itu hanya dimiliki oleh orang yang memiliki keberagaman atau generalisasi dalam suatu bidang.

Kebanyakan dari kaula muda hari ini merasa khawatir bahkan disaat yang sama merasa tertekan dengan dunia yang semakin mengedepankan spesialisasi dalam suatu bidang. Dalam diri mereka seakan-akan merasa terpaksa hanya menggeluti satu bidang saja, terkadang mereka merasa tidak bisa mengeksplorasi semua kemampuan untuk mencoba hal-hal baru yang ingin mereka mulai.

Maka kemudian perkembangan dunia yang semakin kompleks perlu direspon dengan sikap yang benar, kita harus bisa menuntun lahirnya keberagaman segala jenis bidang dalam diri kita. Sudah saat nya kita percaya dan menekuni dengan baik segala jenis multidimensi keilmuan. Dengan menempatkan sikap untuk melangkah ke tahap generalisasi, kita akan bisa lebih memitigasi resiko yang sifatnya sistemik, yang diakibatkan pola pikir kebanyakan dari kita yang masih fokus satu dimensi saja. Jika kita terlalu menjadi spesialis, kita akan sulit untuk memberdayakan dimensi lainnya untuk melihat dan membidik lebih jauh kemampuan yang ingin kita lihat dan kita kembangkan, dengan demikian upaya untuk bisa merespon tantangan-tantangan yang mungkin saja datang dari dimensi yang lain bisa kita lakukan dengan baik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.