Lembaga pendidikan pesantren merupakan sebuah miniatur dari kehidupan bermasyarakat. Di dalamnya ada hubungan sosial dan interaksi antara satu dengan lainnya. Pendidikan pesantren tidak hanya melaksanakan pendidikan formal saja, akan tetapi juga di dalamnya terdapat pendidikan non-formal dan pendidikan informal. Pendidikan pesantren berlangsung secara terintegrasi antara pendidikan formal, non-formal dan informal sepanjang hayat melalui pengalaman-pengalaman yang dijalaninya dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan dan pembudayaan merupakan modal awal yang harus dimiliki oleh seseorang untuk mengangkat derajatnya baik secara formal maupun non-formal. Dengan pendidikan dan pembudayaan tersebut diharapkan mampu mengangkat derajat kehidupan di lingkungan masyarakat secara keseluruhan.

Dalam menunjang keberhasilan masyarakat gemar belajar (learning society) dibutuhkan sebuah sistem yang sesuai dengan kebutuhan, SDM yang bisa memenuhi kebutuhan lembaga, sarana dan prasarana yang memadai dan lingkungan yang kondusif demi terwujudnya learning society (masyarakat belajar). Lingkungan masyarakat yang gemar belajar tentu akan mempengaruhi perkembangan kehidupan bermasyarakat.

Learning Society diartikan sebagai sebuah komunitas masyarakat yang berfungsi mendidik generasi dari waktu ke waktu terkait pandangan hidup, pola hidup dan keterampilan hidup. Sistem pendidikan yang ada akan berjalan dan berproses bagi seluruh masyarakat lembaga pendidikan pesantren tersebut melalui interaksi keseharian yang berlangsung secara damai dan baik. Keberadaan masyarakat ini senantiasa dipengaruhi oleh situasi dan kondisi masyarakat itu sendiri. Sebab pendidikan tidak hanya memberi penekanan pada tataran teori saja, akan tetapi terlihat dari sisi aktualisasi yang ada di lingkungan itu sendiri.

Learning society akan terwujud dengan baik apabila diimbangi oleh partisipasi seluruh elemen masyarakat yang ada di lingkungan lembaga pendidikan tersebut secara maksimal. Keberhasilan learning society (masyarakat gemar belajar) adalah terciptanya partisipasi masyarakat yang hidup di lingkungan pendidikan pesantren, terwujudnya pendidikan yang bersumber dari masyarakat, terlaksananya program pendidikan oleh masyarakat, dan tercapainya tujuan pendidikan untuk masyarakat.

Jika melihat lebih jauh, pemahaman terhadap ketiga jenis pendidikan tersebut untuk memberikan pengertian yang tepat terhadap peran pendidikan formal, non-formal dan informal. Dalam pengertian yang tepat ini, maka kegiatan pendidikan tidak hanya berlangsung di lingkungan sekolah saja, akan tetapi juga diharapkan bisa berlangsung di lingkungan keluarga (asrama) dan lingkungan masyarakat (sosial). Pada gilirannya nanti tidak hanya pendidikan formal dalam arti sempit, sekolah yang mendapatkan perhatian, akan tetapi juga pendidikan di lingkungan keluarga (asrama) dan pendidikan di lingkungan masyarakat (luar sekolah) juga mendapat perhatian yang sama.

Dalam mewujudkan Learning Society atau masyarakat belajar diperlukan usaha-usaha real yang komprehensif mencakup ketiga pola pendidikan tersebut. Keberanian untuk mencoba dan berpikir kritis serta inovatif sangat diperlukan untuk membantu terciptanya lingkungan masyarakat  gemar belajar (learning society).

Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mewujudkan terciptanya learning society adalah mencoba untuk membiasakan gemar belajar bagi seluruh elemen masyarakat yang hidup di lingkungan lembaga pendidikan pesantren. Dimulai dari kehidupan di asrama yang merupakan unit terkecil dari masyarakat sosial yang ada dalam lingkungan lembaga pendidikan pesantren. Kehidupan di asrama sangat mempengaruhi perkembangan generasi selanjutnya di masa yang akan datang. Tentulah tidak mudah dalam mewujudkan masyarakat gemar belajar. Namun, keberanian untuk berusaha mencoba secara terus menerus dan berpikir kreatif serta inovatif dapat membantu terciptanya masyarakat gemar belajar (learning society).

Di samping memberdayakan pendidikan di asrama, upaya mewujudkan learning society adalah dengan meningkatkan peran seluruh elemen masyarakat yang ada dalam lingkungan pendidikan pesantren dalam kegiatan proses belajar dan aktivitas sehari-hari. Kontrol sosial dan kontrol moral harus diintensifkan untuk menegakkan sunnah-sunnah dan aturan-aturan yang ada. Kesadaran elemen masyarakat yang hidup di tengah-tengah lingkungan pendidikan pesantren terhadap makna pendidikan harus diimbangi dengan baik sehingga perwujudan masyarakat gemar belajar akan lebih mudah tercapai.

Dalam konteks masyarakat gemar belajar kiranya sistem pendidikan tidak hanya sekedar transformasi ilmu pengetahuan (bahan ajar) kepada siswanya, tapi lebih dari itu semua, yakni sebuah penguatan budaya dan pembiasaan diri yang mengandung makna pembelajaran, sehingga lembaga pendidikan pesantren benar-benar menjadi culture force (kekuatan budaya) dalam penciptaan masyarakat gemar belajar.

Lembaga pendidikan pesantren sebagai culture force harus memiliki kurikulum terpadu. Kurikulum terpadu yang dimaksud tidak hanya sekedar berisi struktur pelajaran, tapi meliputi berbagai macam aspek kegiatan belajar formal, non-formal dan informal, sehingga output yang dihasil bisa memiliki kecakapan-kecakapan (competences) dan keterampilan-keterampilan (skills) sehingga mampu menyerap kebutuhan-kebutuhan masyarakat.

Menciptakan lingkungan masyarakat menjadi masyarakat gemar belajar harus pula disertai dengan lingkungan yang kondusif dan sarana prasarana yang memadai. Karena itu, semua sarana dan prasarana serta lingkungan yang ada di lembaga pendidikan pesantren harus bisa menjadi sumber belajar; rayon, kamar-kamar, kamar mandi, dapur, sekolah, kelas, perpustakaan, masjid, tempat-tempat olah raga, kantor, kantin, halaman, jalan-jalan dan tempat-tempat umum lainnya.

Konsep learning society dalam lembaga pendidikan pesantren sudah seharusnya memberdayakan peran siswa sebagai objek dan subjek pendidikan di lingkungan sekolah (pendidikan formal), asrama (pendidikan informal) dan pendidikan luar sekolah (nonformal). Diharapkan siswa tersebut memiliki komitmen yang kuat dalam belajar. Maka tentulah jika semua siswa, guru-guru dan karyawan aktif untuk gemar belajar maka akan terbentuk komunitas masyarakat gemar belajar.

Kegiatan siswa yang secara efektif ikut merancang dan membudayakan diri sebagai objek dan subjek pendidikan atau keterlibatan individu-individu dalam lingkungan lembaga pendidikan pesantren akan berdampak pada terciptanya komunitas masyarakat gemar belajar. Dan pada akhirnya konsep learning society (masyarakat gemar belajar) akan terwujud seiring dengan kesadaran setiap elemen masyarakat akan makna pendidikan yang sesungguhnya. Wallahu a’lam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.