Sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam, Pondok pesantren turut andil dalam mencetak generasi-generasi unggul yang berkualitas. Tentunya, hal ini didasarkan pada konsistensinya proses pendidikan yang terus berjalan selama 24 jam. Pendidikan yang berjalan di pesantren tidak hanya pendidikan intelektual saja, melainkan mencakup pendidikan spiritual, emosional serta mental untukanak didiknya. Selain itu juga bersumber pada proses transfer ilmu yang dilaksanakan secara langsung. Dalam sebuah syi’ir disebutkan alā la tanālal ‘ilma illā bisittatin, saunbĭka ‘an majmū’ihā bi bayānin, dzakāun wa hirshun washthibārun wa bulghatun wa irsyādu ustādzin wa thūlu zamānin. Syi’ir tersebut setidaknya menjelaskan kepada kita, bahwa syarat mendapatkan ilmu itu ada 6, cerdas-ada kemauan-sabar-ada biaya-penjelasan guru-dan lamanya waktu menuntut ilmu. Cerdas tentu sebagai syarat utama proses transfer ilmu cepat diserap oleh anak kita, namun cerdas akan terkalahkan jika ia tidak memiliki kemauan, baik kemauan mondok atau kemauan mengikuti pelajaran di dalam pondok. Santri yang besar kemauannya dalam mempelajari sebuah ilmu meski ia tidak memiliki kecerdasan yang tinggi maka ia akan lebih bisa memperoleh keberhasilan, tentunya hal ini dilakukan dengan kesabaran dan ketekunan. Proses transfer ilmu selanjutnya yang tidak kalah penting adalah penjelasan guru. selain dengan ilmu yang dipelajari secara otodidak, tentu penjelasan guru menjadi titik terang dari pemahaman sebuah ilmu. dan terakhir yang tentu berpengaruh adalah lamanya menuntut ilmu, setahun berada di pondok pasti akan berbeda dengan 4, 6 bahkan 10 tahun di pondok.

Pendidikan di TMI Al-Amien prenduan merupakan pendidikan yang secara umum saya simpulkan menjadi pendidikan yang syāmil. Kenapa begitu, karena ia memiliki slogan kerja 4B; beribadah, belajar, berlatih dan berprestasi.

Beribadah merupakan perintah Allah kepada seluruh umat manusia. hal itu sesuai dengan firman-Nya yang artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”.(Al-Bayyinah : 5). Para santri dididik untuk ikhlas, istiqomah dan khusyu’ dalam melakukan ibadah. Mereka diwajibkan melakukan sholat fardhu berjamaah, membaca al-Qur’an setiap selesai melaksanakan shalat lima waktu, melaksanakan ibadah nawafil lainnya, membaca dzikir dan melaksanakan qiyamul lail, shalat dhuha serta puasa senin dan kamis. Hal itu dimaksudkan untuk membentuk pribadi-pribadi yang ahli ibadah dan ahli dzikir, sehingga hati mereka menjadi khusyu’ dan tenang “alā bidzikrillāh tathmainnu al-qulūb”.

Selain beribadah, para santri juga diwajibkan untuk belajar berbagai macam ilmu, terutama ilmu agama. Hal itu sebagai implementasi dari sabda Rasulullah saw., “tholabu al-ilmi farĭdlotun ‘alā kulli muslimin. Menuntut ilmu diwajibkan bagi seluruh kaum muslimin. Karenanya seluruh santri dihimbau untuk banyak membaca dan menulis dengan harapan kelak mereka bisa menjadi ulama intelek yang mutafaqqih fid-dĭn. Bisa berdakwah mengajak kaumnya pada kebaikan ketika mereka terjun di tengah-tengah masyarakat. Selain itu para santri juga diharapkan bisa menjadi cendekiawan-cendekiawan muda muslim yang memiliki wawasan luas dan terampil dalam menulis. Untuk mewujudkan harapan tersebut maka lembaga TMI mengemasnya dalam kegiatan belajar formal di pagi hari dan belajar otodidak di malam hari.

Selain pada kegiatan belajar mengajar formal yang dilaksanakan pagi hari, para santri juga menjalankan kegiataan kebahasaan pada siang hari, serta kegiatan mengasah skil pada sore hari. Para santri diharapkan bisa saling berlomba-lomba dalam melatih bakat dan keterampilan mereka (al-istibāq fii al-Khoirāt). Tidak merasa puas dengan apa yang sudah diperoleh, namun terus berusaha dan berlatih hingga mencapai puncak keberhasilan dalam menguasai suatu keterampilan tertentu. Sehingga kelak ketika mereka terjun di masyarakat bisa percaya diri dengan kelebihan yang mereka miliki. Mereka yang ahli dalam bidang organisasi bisa terjun ke dunia politik, yang ahli dalam tulis-menulis bisa menjadi penulis, yang ahli dalam kesenian dan keterampilan tertentu bisa terus menggeluti dan mengembangkannya di tengah-tengah masyarakat. Dengan membawa bekal kelebihan itulah, para santri akan bisa menjadi manusia yang bermanfaat untuk orang lain “khoirun nāsi ahsnuhum khuluqan wa anfa’uhum linnāsi”. Dari ibadah, belajar dan berlatih inilah, maka akan diraih prestasi yang membanggakan dan lahirlah alumni-alumni yang unggul dan berkualitas; baik kualitas ĭmāniah, ilmiah dan amaliah. Semua prestasi yang didapatkan tersebut tidak akan akan pernah luput dari usaha yang dilakukan. Biqadril kaddi tuktasabul ma’ālĭ, waman thalabal ulaa sahiral layālĭ..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.