Menuntut ilmu (belajar) merupakan kewajiban setiap muslim, sesuai dengan sabda Nabi yang artinya: “menuntut ilmu hukumnya wajib bagi setiap muslim”. Karena dengan ilmu manusia akan hidup mulia dan Allah juga menjanjikan kepada orang yang beriman dan berilmu derajat yang tinggi di sisi-Nya dan diantara manusia lainnya. Sungguh betapa mulia orang yang menuntut ilmu hingga para malaikat membentangkan sayap-sayapnya karena ridho dengan usaha mereka, bahkan ikan di lautan pun juga mendoakan mereka. Subhanallah betapa bahagia orang yang menuntut ilmu, sehingga mereka dimuliakan oleh Allah, para malaikat, Rasulullah, manusia dan makhluk lainnya yang ada di langit dan di muka bumi ini.

Seorang penuntut ilmu harus mematuhi rambu-rambu syari’at dan anjuran-anjuran para ulama’ yang notabene ahlinya. Seseorang yang menuntut ilmu walaupun sudah banyak yang diketahui dan dipahami, ilmu tersebut tidak akan bermanfaat, sebelum dia mengerjakan tiga perkara, yaitu pertama tidak mencintai dunia, kedua tidak mengikuti ajakan dan bujukan setan sehingga melanggar aturan syari’at dan ketiga tidak menyakiti hati orang lain.

Dalam perspektif al-Ghazali, sebagaimana dikutip oleh Baharuddin bahwa belajar adalah sebuah proses yang dilakukan secara terus menerus untuk memperoleh ilmu. Jika dijabar secara mendalam, belajar merupakan usaha yang dilakukan oleh seseorang secara terus menerus dan berkesinambungan untuk memperoleh ilmu pengetahuan, mulai dari lahir sampai liang lahat. Sebagaimana ungkapan kata bijak “carilah ilmu dari buayan ibu, hingga liang lahat”.

Macam Ilmu dan Hukum Mempelajarinya Perspektif Imam Al-Ghazali dan Al-Zarnuji

Menurut Imam Al-Ghazali ilmu dibagi menjadi dua: ilmu fardlu (wajib) dan ilmu fardlu kifayah.” Adapun ilmu yang wajib dipelajari ada empat yaitu: Pertama, Ilmu tauhid. Ialah ilmu yang berkaitan dengan ushuluddin, sifat-sifat Allah yang sempurna dan bersih dari kekurangan serta meyakini bahwa Nabi Muhammad adalah Utusan Allah. Kedua, Ilmu sirri (ilmu yang berkaitan dengan hati), yang wajib dipelajari dari ilmu ini misalnya keikhlasan, kesabaran, tawakkal dan lain-lain, sehingga umat Islam mampu menjalankan perintah dan larangan Allah dengan penuh keikhlasan dan kesabaran. Ketiga, Ilmu syari’at, yang wajib dipelajari dari ilmu ini adalah semua perintah syariat yang wajib dikerjakan oleh seluruh kaum muslimin, maka hukum mempelajarinya adalah wajib. Seperti bersuci, shalat, membayar zakat, haji dan lain-lain. Keempat, ilmu furdlu kifayah, ialah ilmu yang berguna untuk kebutuhan hidup mereka di dunia, seperti: ilmu kedokteran, matematika, pertanian, industri dan lain-lain.

Sedangkan dilihat dari hukum mempelajari ilmu, al-Zarnuji membaginya menjadi empat; Pertama, Ilmu wajib’ain, merupakan ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap umat Islam, baik laki-laki maupun perempuan. Menurut beliau ilmu yang wajib dipelajari adalah ilmu hál, yaitu ilmu yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan manusia. Contohnya: umat Islam diwajibkan mengerjakan shalat, maka wajib bagi mereka belajar ilmu yang berkenaan dengan kewajiban dalam shalat. Begitu juga dalam hal puasa, zakat, haji dan jual beli, maka wajib bagi mereka mempelajari ilmu yang berkaitan

Dengan ibadah-ibadah tersebut. Sehingga mereka bisa melaksanakan ibadah tersebut dengan baik dan benar. Begitu juga dalam jual beli, umat islam harus belajar tentang ilmu jual beli sehingga tidak terjerumus pada perbuatan riba dan haram

Selain dalam hal ibadah dan muamalah, umat Islam harus belajar ilmu yang berkenaan dengan hati, seperti tawakkal, pasrah, takut kepada Allah, dan rida‘. Karena hal tersebut sering dialami oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Seluruh umat Islam juga harus belajar akhlak yang mulia, seperti murah hati, rendah hati, wara’ dan lain-lain, dengan harapan agar mereka bisa menerapkannya. Selain akhlak terpuji, mereka juga harus belajar ha-hal yang berkaitan dengan akhlak tercela, seperti sombong, kikir, penakut, berfoya-foya dan lain-lain sehingga mereka tidak terjerumus kepada perbuat tercela tersebut.

Kedua, Ilmu fardlun’ala al-kifayah, merupakan ilmu yang wajib dipelajari oleh sebagian orang saja dalam satu daerah, apabila sudah ada yang mempelajarinya, maka gugurlah kewajiban yang lain. Namun jika dalam satu daerah tidak ada yang bisa, maka semua penduduk dalam satu daerah tersebut berdosa. Contohnya ilmu tentang pembagian harta waris, wajib dipelajari oleh beberapa orang dalam satu daerah sehingga bisa menjelaskan kepada masyarakat setempat tentang pembagian harta waris.

Ketiga, Ilmu haram, merupakan ilmu yang tidak boleh dipelajari oleh umat Islam, karena ilmu tersebut tidak bermanfaat dan dapat menimbulkan bahaya bagi dirinya maupun umat Islam secara umum. Seperti ilmu perbintangan yang digunakan untuk meramal nasib seseorang. Ilmu ini hukumnya haram dipelajari karena dapat mengganggu keimanan umat Islam. Namun apabila belajar ilmu perbintangan untuk mengetahui arah kiblat dan waktu shalat, maka hukum mempelajarinya boleh.

Keempat, Ilmu Jawaz. Ilmu jawaz adalah ilmu yang boleh dipelajari oleh kaum muslimin. Seperti ilmu kedokteran, boleh dipelajari karena ilmu tersebut merupakan sarana untuk membantu proses penyembuhan penyakit yang diderita oleh manusia.

Etika Belajar Perspektif Imam Al-Ghazali dan Al-Zarnuji

Dalam sebuah proses pendidikan tentunya terdapat aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh seorang murid. Begitu juga dalam belajar, seorang murid hendaknya selalu menjaga etika dalam belajar. Menurutnya, etika tersebut antara lain: mensucikan hati dan jiwa dari akhlak tercela, menyibukkan diri dengan urusan ilmu dan mengurangi urusan dunia, bersifat rendah hati dan tidak sombong dengan ilmu yang dimiliki.

Sedang menurut Imam al-Zarnuji, dalam menuntut ilmu, seorang penuntut ilmu harus memperhatikan etika belajar sebagaimana diungkapkan dalam kitabnya yang mashur, yakni ta’limu al-muta’allim, yaitu: berniat ketika hendak memulai belajar, memilih ilmu yang harus didahulukan, memilih guru dan teman, memuliakan ilmu, guru dan buku, semangat dalam belajar, tekun dan memiliki kemauan yang kuat dan lain sebagainya.

Tujuan belajar

Menurut al-Zarnuji, bahwa dengan belajar seseorang akan bisa bertambah ketakwaannya kepada Allah, akan bertambah mulia di sisi-Nya dan akan mendapatkan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat. Ilmu akan menjadi penghias bagi dirinya dan menjadikannya sebagai orang yang mulia, ilmu juga akan mengantarkan pemiliknya kepada perbuatan baik dan memberikan petunjuk untuk selalu menjalankan sunnah-sunnah Rasul-Nya. Dan seorang yang berilmu luas lebih ditakuti oleh setan dari pada 1000 orang ahli ibadah.

Adapun dalam perspektif al-Ghazali, diantara tujuan belajar adalah: pertama, agar seorang penuntut ilmu bisa beribadah kepada Allah dengan baik dan benar. Bagaimana seorang hamba akan beribadah kepada Allah jika ia tidak mengetahui siapa Allah, sifat-sifat dan nama-nama-Nya, bisa saja seseorang meyakini akan sifat-sifat Allah, akan tetapi keyakinannya tersebut salah dan melenceng dari ajaran syariat, sehingga ibadahnya sia-sia. Kedua, agar seluruh umat manusia mengetahui tugas dan kewajibannya sebagai hamba Allah di muka bumi ini dan menjauhi segala larangan-Nya. Maka wajib bagi mereka belajar tentang ilmu shalat, puasa, zakat dan lain-lain, sehingga mereka mampu melaksanakan ibadah tersebut dengan baik dan benar. Dan mereka juga harus belajar hal-hal yang dilarang oleh Allah, sehingga mereka tidak terjerumus kepada perbuatan maksiat yang dilarang oleh-Nya. Wallahu a’lam…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.