Banyak orang yang senang dijajah. Sebagai individu terjajah oleh kebodohan, kemalasan dan kezaliman. Anehnya tenang-tenang saja. Mungkin sudah mati rasa.
Murid dijajah oleh guru. Guru dijajah oleh kepala sekolah. Kepala sekolah dijajah oleh kurikulum. Kurikulum dijajah oleh pemerintah yang sebenarnya tidak ngerti-ngerti amat masalah pendidikan.
Katanya, sekolah adalah pendidikan, padahal sebagian hanya ruang kosong tak mencerahkan. Yang menyapu lantai, membereskan bangku-bangku berantakan dan menyiram tanaman juga masih karyawan sekolah. Pendidikannya dimana kawan?
Guru enggan makan bersama murid, sehingga di kantin hampa etika makan yang baik. Guru gengsi kalau ketahuan beli dan bawa makanan sendiri, padahal di ruang guru kadang juga berebutan nasi. Mereka dijajah oleh wibawa. Enggak tahu wibawa yang bagaimana?
Karyawan dijajah oleh sekolah. Anak-anak mengotori sekolah seenaknya saja. Sejak dini, mereka melihat sekat sosial ekonomi yang nyata. “Saya ini bayar, terserah gue donk, mau apa aja.” Jangan sampai ada sekolah yang demikian.
Sekolah adalah medan dakwah, katanya. Ya betul, tepatnya medan dakwah yang terjajah. Jika belum mampu memaknai pendidikan secara kaffah, maka yayasan atau organisasi bisa saja menjadi medan jajahan yang sempurna.
Penulis terjajah oleh pena. Pembaca terjajah oleh coretan-coretan yang belum tentu kebenarannya. Dunia ini adalah jajahan bagi mereka yang mau menguasainya, atau sebaliknya. Wallahu a’lam bisshawab.