Alhamdulillah, sejak peletakan batu pertama oleh KH. Hasan Abdullah Sahal (Pimpinan & Pengasuh Pondok Modern Darussalam Gontor) pada bulan Juni tahun lalu, Perpustakaan TMI Putri atau yang dinamakan Baitul Hikmah: Library and Knowledge Center sudah mulai beroperasi meski belum aktif sepenuhnya. Saya lumayan kagum ketika melihat desain bangunannya yang terdiri atas tiga lantai dengan rooftop garden, tampak depan gedung seperti buku yang terbuka. Kalau dipikir-pikir, euforia santri pecinta buku pasti bertambah ketika disuguhkan tempat senyaman ini. Toh saya dulu, duduk di serambi pojok masjid bagian barat sembari menulis atau membaca buku saja rasanya syahdu sekali, sesekali menatap senja yang terbenam dibalik rumah kediaman Allahu Yarham KH. Zainullah Rois, Lc.
Soal penamaan tadi, saya mendapati bahwa nama ‘Baitul Hikmah’ itu tabarrukan kepada perpustakaan yang pernah berdiri megah dahulu. Sedikit flashback pada masa Dinasti ‘Abbasiyah, Khalifah Harun Ar-Rasyid mendirikan Perpustakaan Baitul Hikmah. Perpustakaan yang terbesar pada zamannya itu kemudian mencapai puncaknya pada masa kepemimpinan putranya Khalifah Al-Ma’mun. Baitul Hikmah yang terletak di Baghdad kala itu menjadi pusat intelektual dan keilmuan. Zaman itu kita kenal dengan The Golden Age of Islam/Zaman Keemasan Islam.
TMI Al-Amien berkomitmen agar ‘membaca’ menjadi suatu budaya yang melekat di dalam jiwa seluruh santri dan semua aspek kegiatan. Membaca Al-Qur’an yang misalnya di rumah biasa dilakukan setelah sholat Maghrib, maka di TMI dilakukan setiap setelah sholat 5 waktu. Santri baru yang sedang beradaptasi di lingkungan pondok diarahkan oleh pengurus khususnya Bidang Bahasa untuk membaca buku bacaan. Bahkan santri Nihai’e pun sejak awal duduk di kelas akhir mereka ‘dipaksa’ untuk membaca, mencari sekian buku yang sesuai dengan judul penelitian Paper-nya guna memperkaya referensi karya ilmiah mereka.
Membaca merupakan salah satu kunci untuk menyelam pengetahuan baru. Di Ma’had Putra misalnya ketika masih menjadi pengurus, saya sering mendapati para santri berebutan berada didepan papan informasi, membaca koran yang baru saja ditempel. Memang koran saat itu adalah satu-satunya media yang ‘merakyat’ di penjara suci tercinta ini. Di perpustakaan ISMI juga demikian, para santri antusias menyusuri rak-rak kaca, mencari buku yang akan dibaca. Lingkungan seperti ini turut membantu perkembangan wawasan santri khususnya dibidang literasi.
TMI Al-Amien banyak melahirkan alumni dibidang akademis maupun literasi. Ada KH. Dr. Amir Faishol Fath, M.A, Alumni tahun 1986, Pakar Tafsir Al-Qur’an. Ada Ustadz Jamal D. Rahman, Alumni tahun 1986 yang kini menjadi pimpinan redaksi Majalah Horison. Ada Kiai Samson Rahman, Alumni tahun 1987 dan seorang penerjemah buku fenomenal “La Tahzan”. Dan masih banyak alumni-alumni lagi.
Barangkali kita adalah satu dari sekian banyak calon tokoh hebat dimasa depan nanti, dan semuanya bisa kita mulai dari budaya membaca, kembali membangun peradaban emas. Mengutip tulisan Ny. Nur Jamilah S.Pd.I[1] yang berjudul Membaca, Kunci Keberhasilan Seseorang “Membaca merupakan syarat pertama dan utama dalam mengembangkan ilmu dan teknologi serta membangun peradaban. Karena ilmu dan teknologi tersebut tidak dapat dicapai tanpa terlebih dahulu melakukan aktivitas ‘membaca’.”
Dalam konteks kepemimpinan, kegiatan kesantrian di TMI Al-Amien secara aktif diatur oleh pengurus Organtri ISMI[2] dari kalangan kelas V (Lima) maupun kelas VI (Enam). Adapun ekstrakurikuler dikelola oleh Mudabbir kelas III Intensif dan kelas IV (Empat). Tentunya untuk menjadi seorang pemimpin tidak serta mudah, sejak kelas I (Satu) hingga kelas V (Lima), selalu diadakan Diklat KKS[3] setiap semester guna mencetak pemimpin yang mundzirul qoum juga muttafaquh fiddien. Untuk menjadi pengurus di ISMI ada banyak fase yang biasa kita kenal dengan program SKU, KMD dan PKM.[4] Mereka semua adalah pemimpin dan merupakan tangan kanan para Kiai dan Asatidz.
Pengurus atau yang biasa dipanggil dengan Mu’alliem merupakan amanah mulia yang harus diemban sebaik mungkin. Mu’alliem yang didefinisikan sebagai pelaku ta’lim atau pengajar tentu harus tahu bagaimana caranya mentransferkan ilmu pengetahuannya kepada anggotanya.Pengajaran atau ta’lim merupakan aktifitas keseharian para pengurus. Ba’da Shubuh kita mendapati para pengurus memimpin tazwidul mufrodat (Penambahan Kosakata), kemudian di siang hari terdapat Darsul Idhaaf (Pelajaran Tambahan) berupa pengajaran bahasa Arab dan Inggris, kemudian ada latihan kepramukaan, Tadarrus Al-Qur’an Al-Muwajjah,Tadrib ‘ala Al-Khithobah dan masih banyak lagi.Mengandalkan pengetahuan diri sendiri saja tentu tidak akan cukup, para pengurus perlu memperkaya wawasan mereka, mempersiapkan pengajaran itu sebaik dan semaksimal mungkin agar output hasil yang didapati sempurna. Salah satu dari sekian banyak cara untuk memperkaya wawasan mereka tidak lain adalah dengan membaca buku.
Dalam ranah pembahasan yang lebih besar, maju tidaknya peradaban suatu bangsa/negara ditentukan salah satunya oleh pemimpin. Salah satu tokoh nasional, wakil presiden pertama yang kita kenal dengan Bung Hatta sangat gemar membaca.[5] Bahkan ketika beliau menjalani hukuman penjara sebab aktivitasnya dalam gerakan Pendidikan Nasional Indonesia, ia merasa bebas sembari membaca buku. “Aku rela dipenjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas”.Putri sulung beliau, Meutia Farida Swasono menjelaskan bahwa ayahnya bertekad untuk menjadi pemimpin yang negarawan, oleh sebab itu maka ia harus memiliki kualitas yang berpendidikan dan usahanya yakni membaca. Pemikiran seperti ini mencerminkan bagaimana dedikasi beliau dalam memajukan peradaban bangsa Indonesia.
Membaca dan menulis adalah suatu yang padu. Mantan Presiden ketiga sekaligus teknokrat nasional, B.J Habibie menjadikan kegiatan menulis buku sebagai terapi pasca kehilangan mendiang sang istri, kini kita dapat melihat karya terkenalnya “Habibie & Ainun” diangkat ke layar lebar. Tan Malaka, Bapak Republik Indonesia yang terkenal dengan karya tulisan fenomenalnya turut mewarnai peradaban Indonesia. Buku Naar de Republiek Indonesia menginspirasi Bung Karno dan Bung Hatta untuk membentuk Republik Indonesia seperti yang kita kenal ini.
The Golden Age / Peradaban Emas merupakan impian bersama. Segenap masyarakat berharap Tanah Air ini menjadi negara yang maju, sejahtera, dan berkeadilan sosial bagi seluruh warganya. Pemerintah juga turut berperan dalam menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, yang kita kenal sebagai Indonesia Emas. Manifestasi Visi Indonesia 2045 diwujudkan melalui empat pilar utama, salah satunya adalah pembangunan manusia serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.[6] Dalam salah satu ringkasan eksekutifnya, pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui 5 strategi pembangunan pendidikan yang salah satunya ialah ‘Budaya Sekolah dan Baca’. Dengan meningkatkan kualitas literasi, generasi muda diharap dapat mengembangkan pemikiran kritis dan dan memperluas pengetahuannya, menjadi bagian dari sumber daya manusia yang unggul di umur seratus tahun Nusantara tercinta kita ini. Negara maju yang berdaulat, adil, dan makmur.
Pemimpin dan budaya membaca merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dengan membaca seseorang dapat mengakses pengetahuan dan sudut pandang baru, memberikan inspirasi kepada orang lain atas wawasan yang dimilikinya serta memahami isu politik ekonomi, sosial dan global. Seperti frasa yang sering kali kita dengar “Membaca adalah jendela dunia”.
Kita, sebagai generasi muda, tentunya turut berperan dalam memajukan kualitas bangsa ini dan berkontribusi menyongsong peradaban emas di masa depan. Salah satu caranya adalah dengan menghidupkan kembali kesadaran dan minat baca dalam diri kita. Jika dahulu di pondok kita begitu bersemangat dalam kegiatan “TMI Menulis,” di mana seluruh santri disibukkan dengan kegiatan literasi selama kurang lebih satu minggu, maka mari kita kobarkan kembali semangat tersebut untuk menciptakan lingkungan yang kaya akan budaya membaca di sekitar kita—di kalangan sahabat, rekan kerja, dan keluarga kita. Menuju peringkat tertinggi Indonesia dalam literasi dunia.
Salam pembaca, alumni budiman. Bibit unggul calon pemimpin masa depan. Li ‘izzil islam wal muslimien.
Barakallahu fiikum.
[1] Membaca, Kunci Keberhasilan Seseorang | TMI Al-Amien Prenduan
[2] Organisasi Santri – Ikatan Santri TMI. Setara dengan OSIS di sekolah umum
[3] Diklat Kepemimpinan Santri (KKS)
[4] SKU (Syarat Kecakapan Umum), KMD (Kursus Pembina Pramuka Mahir Tingkat Dasar) dan KMD (Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen).
[5] Belajar Membaca dari Bung Hatta – Historia
[6] https://drive.google.com/file/d/1Y0za8eLok7OcXYxBkppenfCmrQ9TeS48/view