20 Juli 2016

Tahun demi tahun terlewati, tentunya bukanlah waktu yang sebentar untuk bisa menapaki tahun 2022 ini. Untuk menjadi seorang pendidik dan pengajar di pondok ini bukanlah perjalanan yang singkat. Banyak aral melintang yang telah saya alami sejak menjadi santriwati Syu’bah hingga saat ini.

Betapa sulitnya jalan yang saya hadapi satu tahun pertama dulu. Jangankan Wali Kelas atau Mudir Marhalah, bahkan Mudir Ma’had, KH. Suyono Khattab pun menjadi saksi betapa dulu saya sangat tidak kerasan di pondok ini. Dan yang sangat memalukan, dulu saya sempat memiliki niatan untuk berhenti dan pindah sekolah.

Jika diingat-ingat kembali, tentu saya sangat malu pada diri sendiri, terlebih kepada para guru yang bersangkutan. Namun disisi lain, ada rasa tidak percaya bahwa santriwati Syu’bah yang dulu tidak kerasan itu, kini telah dipanggil Ustadzah.

Sebenarnya bukan itu poin yang ingin saya ceritakan. Saya memiliki poin yang amat menarik untuk dibagikan kepada banyak orang. Sebelumnya, belum pernah terlintas dalam benak saya untuk mengabdi di pondok empat tahun. Mengingat betapa membosankannya jika melihat Ustadzah-Ustadzah saya dulu yang kegiatannya hanya itu-itu saja. Tapi tunggu dulu, mindset itu hanya berlaku bagi orang yang belum mendalami profesinya dipondok ini.

Jadi begini. Beberapa waktu yang lalu, sambil duduk di serambi Musholla, saya memperhatikan para santriwati yang berlalu lalang untuk makan ke dapur. Selanjutnya, saya juga menyaksikan bagaimana mereka terburu-buru pulang ke kamar untuk segera sholat Isya’ ke Musholla. Rupanya, baru saya sadari bahwa semua kegiatan di pondok ini berjalan secara prosedural. Tidak ada satupun acara yang terlaksana mendadak. Semua itu teragendakan sejak bangun tidur hingga tidur kembali.

Belum lagi melihat bangunan-bangunan yang telah berdiri tegak. Pondok ini benar-benar melakukan perbaikan besar-besaran. “Fabiayyi ala Irabbikumaa Tukadzdzibaan?”

Dari situ saya ingin merubah kalimat yang dulu pernah saya ucapkan, “Gak mau, ah, ngabdi dalem, apalagi sampe kuliah disini” menjadi kalimat “Kapan ya bisa memberikan pengabdian yang sempurna sebagai bentuk feedback yang baik untuk guru-guruku selama dipondok ini?”.

Sungguh dzalim para Asatidz ataupun Ustadzah yang tidak menyadari fungsinya dalam mengabdi di pondok ini. Menganggap remeh atau pura-pura tidak tau menau akan tugas masing-masing bukanlah tindakan yang baik bagi calon-calon Mundzirul Qaum di masa depan. Jika seterusnya begitu, sampai kapanpun visi dan misi pondok ini tidak akan pernah tercapai. Jika tidak di pondok ini, maka di mana pun kita berada, tetaplah mengabdi untuk nama baik pondok kita tercinta.

2 thoughts on “Jika Bukan Hari Ini, Kapan?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.