Tentang Kaum Ilalang
 
Kaum ilalang merebah debu murni
Tegap di atas tanah tandus
Di antara kemashuran emas dan intan
Ilalang subur di atas tanah gersang
Keduanya hanyalah rongsokan dari sampah masyarakat
 
Kaum ilalang berpiawai rapi
Di atas tanah dengan kaos compang-camping
Ilalang berdasi licin beralas sepatu hitam pula
Menginjak tanah tandus tanpa rasa
Ilalang berfoya dengan tetes hujan dari tanah
Tetapi ia tak memberi pada tanah yang lelah
 
Kaum ilalang tebal dan tegap
Di atas tanah keroncong dan layu
Ilalang kecil dan sendiri
Tetapi meretas kedamaian tanah
Tanah beribu luasnya 
Tetapi tak berdaya tuk telan ilalang
 
“Turunkan mereka!” tanah mencemooh
Namun intan telah diinjak
Tanah meraung, meronta, meringis
Di bawah kaum ilalang yang berfoya
Namun petang ini
“Kami sengsara-kami sengsara ucap tanah menutup renta”
Prenduan 9-2-22
 
 

Sabit Tembaga
 
Rembulan malam merah temaram
Pangkasnya memberi separuh lingkar
Telah terlebur dari puncak asin
Lamban masa memberi inci pada tanduk pasi
Lalu menghujam secarik ruh merah
 
Sabit tembaga menendang ujung tanduk hayat
Pada jemari yang bersimbah darah yang terpahat
Sabit besi menjulang tanduk pasi
Pada jemari bermotif nadi
 
Pada penghujam titik asin
Para tembaga membabat tuntas anggukan kepala
Pada penghujam titik asin pula
Para tembaga memperkecil nafas kepala
Sanggar rumah cahaya  08-2-22

Aqib Rahman Damaniq, santri kelas V asal Pontianak, anggota SSA (Sanggar Sastra Al-Amien)

*Karya-karya ini pernah dimuat di Blog Suara Krajan
 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.