Sebelum memulai menulis tentang apa yang akan dibahas berikut, saya sedikit merefleksikan wacana yang pernah digaungkan oleh Mendikdasmen yang baru, Abdul Mu’ti. Mungkin teman-teman para pembaca juga mengetahui wacana tersebut. Selain itu, ada juga pembahasan tentang sistem pembelajaran yang dikenal dengan istilah ful-ful (deep learning). Sempat beredar isu bahwa kurikulum ini akan menggantikan Kurikulum Merdeka. Ya, wacana lain yang muncul adalah tentang guru kelas yang harus memiliki kemampuan konseling. Lingkungan Kemendikdasmen membahas wacana ini karena hal ini sesuai dengan undang-undang yang menyatakan bahwa guru erat kaitannya dengan peran konselor.
Penguatan peran guru sebagai konselor besar harapannya menjadi upaya yang dapat meminimalisi aksi negatif yang belakangan ini marak dilakukan oleh kalangan siswa. Menyikapi hal ini pada akhirnya Mendikdasmen menambahkan materi dasar bimbingan dan konseling (BK) dalam program Pendidikan Profesi Guru (PPG). Pemerintah menetapkan keputusan ini agar setiap guru profesional memiliki kemampuan dasar konseling untuk menyikapi perilaku-perilaku negatif siswa. Dengan demikian Guru tidak hanya sekadar mengajar alias mentransfer ilmu kepada murid, melainkan juga terlibat dalam membimbing siswa.
Keputusan ini menarik untuk dikaji dan dibahas, khususnya oleh para akademisi dan praktisi bimbingan dan konseling. Tidak terlepas juga menjadi pembahasan kami saat di perkuliahan Landasan dan Wawasan BK. Karena keputusan tersebut kemudian akan menimbulkan pertanyaan tentang keberadaan dan peran konselor sekolah atau guru BK. Tapi dalam tulisan ini saya tidak akan membahas apa telah dikaji para akadimisi dan praktisi tersebut.
Menariknya apa yang menjadi keputusan mendikdasmen terkait dengan kompetensi dasar sebagai konselor yang harus dimiliki oleh para guru ini pernah disampaikan oleh Alm. KH. Zainullah Rois, Lc., saat beliau masih aktif sebagai pengasuh TMI. Saya lupa tepatnya kapan beliau menyampaikan, yang jelas beliau menyampaikannya saat Kumpul Kamisan para Asatidz di kantor Marhalah Aliyah. Saya waktu itu masih dalam masa-masa pengabdian, alhamdulillah masih mengingat momen itu.
Singkatnya beliau menceritakan ada seorang wali santri yang memberikan komentar “seandainya di pondok ini ada guru BK pasti akan lebih bagus”. Dengan santainya beliau menjawab komentar tersebut dengan jawaban “TMI tidak perlu guru BK, karena semua wali kelas di sini memainkan peran seorang guru BK”. Menarik bukan?! Teman-teman bisa membayangkan jika berdasarkan standar dari ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia) perbandingan antara konselor sekolah dengan siswa 1:150, artinya 1 konselor membimbing atau menangani 150 siswa, bagaimana jika satu konselor membimbing hanya satu kelas yang berisi 20-an siswa? Tentu pasti hasilnya akan lebih maksimal yang perbandingannya lebih kecil.
Menariknya lagi, TMI sudah beberapa kali mengadakan pelatihan-pelatihan parenting bagi para wali kelas dengan mendatangkan para ahli parenting. Hal ini memperkuat pernyataan Kiai Zainullah bahwa wali kelas di TMI berperan sebagai konselor di pondok. Dalam hal ini kita bisa menyimpulkan bahwa spirit pendidikan di TMI secara khusus tidak hanya sekedar transfer ilmu dari ustadz ke santri, melainkan juga membimbing dan membentuk karakter santri sebagaimana menjadi visi dan misi ma’had.
Kembali pada konteks bimbingan dan konseling tadi, alangkah baiknya jika para wali kelas yang diperankan sebagai konselor mulai distandarisasikan. Tidak hanya dalam aspek kompetensi, melainkan juga dalam bidang administrasi dan faktor pendukung lainnya. Dalam aspek kompetensi, pihak pondok memberikan pelatihan-pelatihan pendukung kepada para wali kelas untuk membimbing santri. Kompetensi ini tidak hanya mencakup kecakapan parenting, tetapi juga meliputi kemampuan kontrol diri, pengelolaan emosi, serta kecakapan dasar lain yang mendukung perkembangan santri.
Aspek administratif juga perlu untuk distandarisasikan sebagai bentuk dokumentasi sekaligus laporan perkembangan santri. Hal ini bisa dibuat dalam bentuk sederhana semisal satu lembar muhasabah. Lembar ini berisi tentang permasalahan harian santri seperti kendala belajar, permasalahan sosial, dan masalah pribadi lainnya. Tidak cukup pendataan tentang bentuk masalah, akan tetapi juga mencakup penanganan dari wali kelas dan hasilnya. Dokumentasi ini juga dapat berfungsi sebagai rekam jejak santri jika ternyata di masa mendatang kembali mengalami masalah, sehingga penanganan berikutnya dapat menyesuaikan.
Lantas apakah keberadaan konselor ahli dibutuhkan?
Konselor atau guru BK merupakan bagian dari pelaksana pendidikan. Keberadaan dan perannya menjadi penting dalam membimbing, mengarahkan, dan membentuk karakter santri. Salah satu kriteria dari standar konselor profesional yang diterbitkan oleh ABKIN adalah memberikan program komprehensif dan seimbang komponennya bersama dengan staf sekolah lainnya. Sederhananya konselor melakukan kolaborasi dengan tenaga pendidikan lainnya dalam melaksanakan program BK seperti guru Mapel (mata pelajaran), wali kelas, dan kepala sekolah. Meskipun menunjukkan bahwa wali kelas memainkan peran layaknya konselor, bukan berarti posisi konselor secara kelembagaan tergantikan.
Anda bisa membayangkan jika satu konselor yang ada di Ma’had harus berhadapan dengan santri yang berjumlah ratusan mungkin mendekati seribu. Apakah konselor tersebut mampu mengatasi semua permasalahan santri sebanyak itu? Apakah program BK yang dilaksanakan dapat berjalan secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan? Tentu jawabannya tidak, jika kemungkinan “iya” itu ada, tentu sangat kecil kemungkinannya dan akan sulit dengan konselor yang harus berjuang berdarah-darah. Dengan adanya wali kelas yang memiliki kompetensi dasar sebagai konselor. Hal tersebut akan meringankan beban kerja konselor dengan melakukan kolaborasi dalam hal-hal tertentu.
Selain itu, konselor ahli juga membantu wali kelas dalam membimbing santri dan memberi arahan jika ada masalah santri yang tidak bisa ditangani oleh wali kelas. Wali kelas juga akhirnya menyerahkan dokumentasi yang dimilikinya kepada konselor untuk dievaluasi dan digunakan untuk merencanakan program BK ke depannya.