Al-Qowiy Al-Amien merupakan dua sifat utama yang mencerminkan kekuatan dan kepercayaan. Keduanya ini merupakan landasan seseorang dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam aspek kepemimpinan, pekerjaan dan tanggung jawab sosial. Kita semua tahu bahwa Al-Qawiy dapat diartikan kuat, Tangguh, kokoh dan istiqomah, Adapun Al-Amien berarti seseorang yang dipercaya karena bertanggung jawab atas perbuatannya sehingga dapat diandalkan dan tidak mengkhianati dari amanah yang diberikan kepadanya.

Dalam keseharian, dua sifat ini bukan hanya sekadar karakter kepribadian seseorang, tetapi juga sering kali menjadi tolok ukur utama seseorang dalam menjalankan tugas yang diamanahkan kepadanya.

Konsep Al-Qawiy Al-Amien bukanlah sekadar teori, tetapi telah dicontohkan oleh para nabi, sahabat dan tokoh-tokoh besar dalam sejarah Islam. Salah satu contoh adalah kisah Nabi Musa ‘Alaihissalam, ketika seorang wanita dari keluarga Syu’aib menyarankan ayahnya untuk mempekerjakan Musa A.S., karena memiliki dua sifat ini (Al-Qawiy dan Al-Amien)

Dalam Al-Qur’an surat Al-Qasas ayat 26 yang artinya;

“Salah seorang dari kedua gadis itu berkata: “wahai ayahku, ambillah ia (Musa) sebagai orang yang bekerja (pada kita). Sebab, sebaik-baik orang yang engkau jadikan untuk membantu kita adalah orang yang kuat, lagi terpercaya”.

Dua sifat inilah yang mejadi alasan mengapa keluarga Nabi Syu’aib A.S., meminta Nabi Musa A.S., untuk bekerja bersama mereka. Nabi Musa A.S., dianggap memiliki kekuatan dalam bekerja kemudian juga memiliki sifat amanah dan tanggung jawab yang tinggi dalam menunaikan tugas-tugasnya. Kekuatan yang dimaksud tentu tidak hanya terbatas pada kekuatan disik, melainkan juga mencakup ketangguhan mental dan kesetiaan dalam menjalankan Amanah dengan penuh integritas.

Sebagian ulama menjadikan ayat ini sebagai dalil bahwa setiap orang yang menunaikan sebuah tugas membutuhkan dua hal penting ini sekaligus. Orang yang paling berhak memimpin adalah ketika memiliki dua hal ini, dan setiap kali beban tanggung jawab itu semakin berat maka kebutuhan kepada kedua sikap ini semakin dibutuhkan.

Kedua sifat ini juga dicontohkan oleh Nabi Yusuf A.S., Ketika ia meminta untuk dijadikan sebagai bendaharawan negara. Dalam Al-Qur’an surat Yusuf ayat 55: “Dia (Yusuf) berkata, “Jadikanlah aku pengelola perbendaharaan negeri (Mesir). Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga (amanah) lagi sangat berpengetahuan.”

Permintaan Nabi Yusuf A.S., untuk memegang jabatan tentulah bukan didorong ilrh ambisi untuk berkuasa. Melainkan ia mengetahui kapasitas dan kredibilitas dirinya, dan ia tahu bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk menjaga amanah dan memberikan kontribusi dan manfaat yang sebanyak-banyaknya kepada orang lain. Kepercayaan yang diberikan kepadanya tentu tidak hanya karena kecakapannya dalam hal administrasi, tetapi juga karena integritas dan amanah yang dimilikinya dalam menjaga harta negara. Maka bagaimana dengan mengurus keuangan orang banyak atau bagaimana mengurus keuangan sekelas negara. Tentu, dua sikap ini sangat dibutuhkan.

Selanjutnya, dalam Al-Qur’an surat At-Takwir ayat 19-21, Allah SWT. menggambarkan sifat-sifat Malaikat Jibril A.S., sebagai utusan yang menyampaikan wahyu dan amanah kepada nabi dan rasul.

‘Sesungguhnya (Al-Qur’an) itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang memiliki kekuatan, memiliki kedudukan tinggi di sisi (Allah) yang memiliki Arsy, yang di sana (di alam malaikat) ditaati dan dipercaya.”

Dalam ayat ini Allah SWT. banyak menyematkan sifat kepada Malaikat Jibril A.S., sebagai penyampai wahyu dan pesan kepada nabi dan rasul, salah satunya adalah sifat kuat dan sifat amanah. Kedua hal itu merupakan unsur terbesar untuk kesuksesan dan kesempurnaan dalam melakukan sebuah kepercayaan.

Dalam dunia modern ini, nilai kekuatan dan kepercayaan haruslah tetap menjadi pilar dalam berbagai aspek kehidupan. Baik dalam kepemimpinan, bisnis, hingga hubungan sosial. Sifat Al-Qowiy Al-Amien terus menjadi tolok ukur yang mengarah pada kesuksesan seorang pemimpin yang tentunya berlandaskan kepada: Integritas; kejujuran, keadilan dan amanah, Kapasitass; kemampuan untuk melaksanakan tugas, Loyalitas; kesetiaan dan komitmen penuh terhadap tanggung jawab, Totalitas; menyelesaikan tugas dengan sepenuh hati.

Keempat hal ini menjadi tolak ukur utama bagi setiap yang ingin menjalankan amanah dengan penuh tanggung jawab. Al-Qowiy Al-Amien manjadi landasan utama seorang pemimpin menuju kesuksesan yang berkelanjutan.

Konsep Al-Qowiy Al-Amien memberikan kita pelajaran bahwa untuk menjalan sebuah amanah yang penuh dengan tanggung jawab, seseorang haruslah memiliki kekuatan, baik kekuatan secara fisik, mental maupun spiritual. Ketiganya bukan hanya diperlukan dalam hal kepemimpinan melainkan dalam berbagai aspek kehidupan yang lain. Bukan pula hanya untuk kehidupan pribadi, melainkan kehidupan dalam berorganisasi dan berkelompok. Sudah seharusnya kita mnjadikan Al-Qawiy Al-Amien sebagai pedoman dalam menjalankan tugas. Dengan mengutamakan integritas, kapabilitas, loyalitas, dan totalitas dalam setiap langkah, maka amanah yang diberikan kepada kita akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.