Ujian Syafahi (lisan) Pertengahan Tahun di TMI Al-Amien Prenduan telah dibuka secara resmi oleh Dr. KH. Ahmad Fauzi Tidjani, MA. dan Dr. KH. Ghozi Mubarok Idris, MA. pada hari Ahad (25/08). Ujian Syafahi ini dilaksanakan selama lima hari, terhitung sejak dibuka hingga Kamis (29/08). Berbeda dengan Ujian Tahriri (tulis), materi yang diujikan dalam Ujian Syafahi terbatas pada empat materi, yakni Bahasa Arab I, Bahasa Arab II, Al-Qur’an & Ibadah Amaliyah, serta Bahasa Inggris.

Di antara subjek yang diujikan dalam materi Bahasa Inggris adalah proverbs / wiseword (peribahasa dalam Bahasa Inggris). Dalam subjek ini, santri diuji pengetahuannya tentang peribahasa dalam Bahasa Inggris. Bentuk pertanyaannya meliputi pemahaman tentang maknanya serta apa peribahasa yang menjadi padanannya dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Arab.

Berbeda dengan soal serupa dalam materi Materi Bahasa Arab I yang diambilkan dari materi Nushush / Mahfudhot yang diajarkan dalam KBM formal, soal untuk proverbs / wiseword adalah peribahasa atau kiasan dalam Bahasa Inggris yang populer yang umumnya kami dan para santri dapatkan dari luar materi pembelajaran formal.

Di antara peribahasa dalam Bahasa Inggris yang populer di kalangan kami adalah “Man behind the gun” yang seringkali diartikan sebagai “Manusia di belakang senjata.” Bisa jadi karena kalimatnya yang tidak terlalu Panjang dan tidak sulit dilafadkan atau karena kata terakhirnya yang pengucapannya mirip dengan kata “degan” (kelapa muda), sehingga peribahasa ini mudah dihafal dan membekas di ingatan para santri.

Saya pribadi tahu peribahasa ini pertama kali saat menjadi peserta Ujian Syafahi di TMI, meski saat itu saya belum tahu apa maknanya. Uniknya, kini setelah sekian tahun menjadi penguji Ujian Syafahi, peribahasa ini masih tetap dikenal oleh para santri hingga saat ini, namun belum satupun santri yang telah saya tanyai tahu apa maksud sebenarnya dari peribahasa ini.

Peribahasa “Man behind the gun,” sebagaimana peribahasa lainnya, mungkin tidak memiliki asal-usul yang jelas, seperti siapa yang pertama kali menyampaikannya, namun tetap populer dan dikenal hingga sekarang. Sebuah peribahasa dapat tersebar luas dan tetap relevan karena beberapa faktor, di antaranya karena peribahasa memiliki nilai universal dan kearifan lokal yang terkandung di dalamnya, serta karena kemampuannya untuk menyampaikan pesan secara singkat dan jelas. Selain itu, peribahasa juga berkembang melalui tradisi lisan dan sastra, beberapa sering digunakan dalam pendidikan dan media, sehingga terus-menerus relevan dengan konteks baru.

Pada Olimpiade Paris 2024, di antara yang mencuri perhatian publik adalah sosok Yusuf Dikeç. Atlet menembak Turki berusia 51 tahun ini meraih medali perak dalam nomor tembak beregu campuran 10 Meter air pistol pada 30 Juli 2024, sebuah pencapaian yang menjadi medali Olimpiade pertama Turki dalam cabang menembak. Yang menarik dari Dikeç adalah gaya uniknya; ia tampil santai dengan kacamata sehari-hari dan satu tangan di dalam saku, berbeda dari pesaing lain yang menggunakan perlengkapan khusus seperti kacamata khusus dan pelindung telinga.

Kita bisa menggunakan peribahasa “Man behind the gun” dalam menanggapi peristiwa tersebut. Berikut contohnya dalam dialog:

How come a shooter who is so relaxed and uses only basic equipment can outperform his opponent who has more advanced tools?”

(Bagaimana mungkin seorang penembak yang begitu santai dan hanya menggunakan perlengkapan seadanya bisa mengungguli lawannya yang memiliki alat yang lebih canggih?)

It’s not the equipment, but the skill and focus of the shooter. Not the gun, but the man behind the gun.”

(Ini bukan tentang peralatannya, tetapi keterampilan dan fokus penembaknya. Bukan senjata, tetapi siapa di balik senjata.)

Paling tidak, peribahasa “man behind the gun” bisa kita gunakan untuk menyatakan dua hal berikut:

  1. Digunakan untuk menyatakan pentingnya keterampilan dan pengetahuan manusia dalam keberhasilan penggunaan alat atau teknologi. Contoh: “The camera can capture stunning images, but only if it’s operated correctly. It’s always about the man behind the gun.” (Kamera dapat menghasilkan gambar yang menakjubkan, tetapi hanya jika dioperasikan dengan benar. Yang penting selalu adalah orang di balik senjata; siapa di balik alat tersebut.)
  2. Digunakan untuk menunjukkan bahwa tanggung jawab utama dan hasil suatu tindakan bergantung pada niat dan karakter penggunanya, bukan pada alat yang digunakan. Contoh: “A gun in the hands of a wise person can create peace, while the same gun in the hands of a wicked person only becomes a disaster. So, it’s not the gun, but the man behind the gun.” (Senjata di tangan orang bijak bisa menciptakan perdamaian, senjata yang sama di tangan orang yang jahat hanya menjadi musibah. Jadi, bukan senjatanya, tetapi orang di balik senjata; siapa yang menggunakan senjata tersebut)

Dalam era modern, di mana teknologi berkembang dengan cepat dan memengaruhi hampir setiap aspek kehidupan, prinsip “Man behind the gun” menjadi semakin relevan. Meskipun teknologi dapat memberikan banyak manfaat, seperti efisiensi yang lebih tinggi dan akses informasi yang luas, penggunaannya yang tidak bijaksana atau tanpa pertimbangan etis dapat menimbulkan bahaya serius. Contoh yang jelas terlihat dalam perkembangan kecerdasan buatan (AI) dan media sosial, di mana keputusan masing-masing individu memainkan peran kunci dalam menentukan apakah teknologi ini akan membawa manfaat atau kerugian.

Hal ini menegaskan bahwa meskipun teknologi dan peralatan memiliki peran penting, faktor utama yang menentukan keberhasilan adalah kualitas dan niat dari orang yang menggunakannya. Dengan memahami makna peribahasa ini, kita diharapkan dapat lebih menghargai dan memanfaatkan keterampilan serta niat baik dalam setiap usaha yang kita lakukan, menyadari bahwa hasil yang optimal bergantung pada siapa yang berada di balik alat tersebut. wallahu a’lam bish shawab.