Sombong adalah salah satu sifat tercela yang mana hal tersebut tentulah sering kita jumpai dalam keadaan bermasyarakat saat ini. Sombong juga adalah salah satu hal yang dapat menjadi perusak sekaligus penggugur amal amal kebaikan yang telah kita kumpulkan selama ini. Banyak sekali dalil dalil dalam al-quran maupun hadis yang dengan tegas melarang manusia dalam berprilaku demikian. Karena sejatinya sombong merupakan suatu hakikat yang hanya pantas disandingkan dengan Sang Pemilik segala, Allah SWT. Maka hendaklah seorang hamba yang tak memiliki apapun itu tuk merendah dihadapan-Nya, salah satu upaya diantaranya adalah dengan bertakbir.

Bertakbir dan mengagungkan Allah, juga berarti mengakui dengan rendah hati, bahwa, seorang hamba  tidak punya apa-apa untuk dibanggakan dan disombongkan, bahwa kita hanyalah salah satu diantara makhluk ciptaan-Nya yang lemah lagi banyak memiliki kekurangan. Bahwa sejatinya kebesaran, keagungan, dan kesombongan, sepenuhnya adalah hak milik Allah semata. Takabur atau sombong adalah suatu hal yang bertentangan dengan Iman. Orang yang sombong, tidak mungkin dapat dikatakan beriman atau dalam bahasa lain dapat disebut tidak sempurna imannya. Dalam salah satu hadits, Rasulullah SAW dengan tegas membedakan antara makna kesombongan dan makna iman. Beliau bersabda,

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ، وَلَا يَدْخُلُ النَّارَ رَجُلٌ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ إِيْمَانٍ

“Tidak akan masuk surga, seseorang yang di dalam hatinya, terdapat kesombongan, meski hanya seberat dzarrah. Dan tidak akan masuk neraka, seseorang yang di dalam hatinya, terdapat iman, meski hanya seberat dzarrah.” (HR Muslim, Tirmidzi, dan Ahmad).

Mengagungkan Allah adalah sama halnya dengan meniadakan ego diri, dengan tidak mengagung-agungkan diri sendiri, dalam setiap situasi dan segala kondisi, kecuali hal itu dilakukan Karena Allah SWT. dan karena mengharap akan ridho-Nya, pun juga dengan tidak memandang rendah orang lain karena merasa dirinya memiliki suatu hal yang lebih hebat dibanding milik pribadi yang lain.

Keangkuhan diri yang tampak dalam bentuk perkataan, perbuatan, dan sifat adalah keburukan karakter yang dapat mencederai Kekhusyukan diri dan ketenangan jiwa seorang hamba yang senantiasa bersaksi atas Keagungan Allah, Padahal ia selalu mengumandangkan takbir setiap waktu, dalam setiap sholat, yang mana pada pembahasan awal dinyatakan bahwa takbir itu sendiri adalah bentuk pengagungan seorang hamba pada Tuhannya.

Dalam konteks hubungan spiritual maupun sosial, kesombongan adalah bentuk lain daripada pengingkaran dan tidak patuhan. Hal ini bisa dilihat dari macam macam bentuk, yang mana daripada setiap bentuk itu sendiri memiliki pembahasannya masing masing. Adapun diantaranya adalah hubungan antara hamba dengan Allah Sang Maha Penciptanya, antara umat dengan Rosul penuntunnya, dan tentunya juga antar sesama Manusia. Kesombongan merupakan suatu sikap yang ditampakkan dengan ketidaktaatan serta pengingkaran baik tindakan, ucapan maupun pengingkaran hati. Banyak daripada manusia yang mengetahui hal terserbut adalah suatu kebutukan tapi mungkin beberapa diantaranya menyepelekan hal hal yang dapat menghalangi mereka dari keridhoan Allah swt.,

Berikut beberapa contoh kesombongan, yang berkaitan dalam hubungan sosial:

Yang Pertama, yaitu; ketidaktaatan antara seorang santri dengan kiai atau gurunya.

Jika seorang santri atau murid menunjukkan sikap sombong akan keilmuannya dengan tidak menerima nasihat atau menolak petunjuk dari kiai dan gurunya, karena merasa memiliki pengetahuan serta pengalaman spiritual yang lebih tinggi dibandingkan gurunya, maka hal inilah yang nantinya dapat menghalangi potensi dirinya untuk mendapatkan ridha berupa ilmu barokah dari gurunya.

Salah satu pesan itu sebagaimana dicatat oleh Imam Burhanuddin az-Zarnuji (wafat 591 H), dalam salah satu karyanya ia mengatakan bahwa seorang pelajar tidak pernah mendapatkan ilmu jika tidak memuliakan ilmu, orang yang berilmu, dan guru-gurunya,

اِعْلَمْ بِأَنَّ طَالِبَ الْعِلْمِ لاَ يَنَالُ الْعِلْمَ وَلاَ يَنْتَفِعُ بِهِ اِلَّا بِتَعْظِيْمِ الْعِلْمِ وَأَهْلِهِ وَتَعْظِيْمِ الْأُسْتَاذِ وَتَوْقِيْرِهِ. قِيْلَ مَا وَصَلَ مَنْ وَصَلَ اِلَّا بِالْحُرْمَةِ، وَمَا سَقَطَ مَنْ سَقَطَ اِلاَّ بِتَرْكِ الْحُرْمَةِ

Artinya, “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya seorang pelajar tidak akan bisa mendapatkan ilmu dan manfaat ilmu kecuali dengan menghormati ilmu dan orang yang berilmu, memuliakan guru dan menghormatinya. Dikatakan, tidak sukses orang yang telah sukses kecuali dengan hormat, dan tidak gagal orang yang gagal kecuali disebabkan tidak hormat.” (Imam az-Zarnuji, Ta’limul Muta’allim fi Thariqit Ta’allum, [Daru Ibn Katsir: 2014], halaman 55).

Seorang penuntut ilmu harus memperbaiki adabnya terhadap gurunya, memuji Allah yang telah memudahkan baginya dengan memberikan kepadanya orang yang mengajarkannya dari kebodohannya, menghidupkannya dari kematian (hati)nya, membangunkannya dari tidurnya, serta mempergunakan setiap kesempatan untuk menimba ilmu darinya.

Yang Kedua, yaitu; ketidaktaatan seorang istri dengan suami.

Ketidaktaatan seorang istri terhadap suaminya juga dapat menghalangi datangnya keridhoan Allah SWT. Sebagai pasangan suami istri, saling mentaati dan saling meridhoi satu sama lain adalah hal yang penting untuk dilakukan. Jika salah satunya menunjukkan sikap sombong, tidak mematuhi kewajiban, tidak memenuhi hak pasangannya, serta melalaikan tanggung jawab masing-masing, maka hubungan sosial dalam rumahtangga mereka tentunya dapat terganggu. Dengan keadaan rumah tangga renggang yang mereka buat seperti inilah yang sebenarnya membuat keridhoan Allah dapat terhalang untuk keluarga mereka.

Rasulullah SAW pernah ditanya tentang suami yang memukul dan menghina istrinya. Beliau menjawab,

لَنْ يَضْرِبَ خِيَارُكُمْ

Lelaki terbaik di antara kalian tidak akan pernah memukul (istrinya).  (HR Baihaqi)

Sementara tentang kewajiban istri kepada suami, Rasulullah SAW pernah bersabda,

لَا تُؤَدِّي الْمَرْأَةُ حَقَّ رَبِّهَا حَتَّى تُؤَدِّيَ حَقَّ زَوْجِهَا

Tidaklah seorang perempuan menunaikan hak Tuhannya hingga ia memenuhi hak suaminya. (HR Ibn Majah dan Ibn Hibban)

Yang Ketiga, yaitu; ketidaktaatan antara seorang anak terhadap orangtuanya.

Keadaan ini juga memiliki potensi untuk menghalangi keridhoan Allah SWT. Anak yang bersikap sombong dengan tidak menghormati dan mematuhi nasihat orangtua, berani menentang, memaksakan kehendak pribadi tanpa memperdulikan kemampuan serta kesanggupan orangtuanya, bersikap durhaka, juga dapat melahirkan dosa dosa sosial bagi anak. Dan secara tidak langsung dapat menghambat terbukanya pintu barokah dan menjauhkan anak dari keridhoan Allah. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan Nabi Muhammad SAW. dalam hadits nya berikut:

وَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عُمَرَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-, عَنْ اَلنَّبِيِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: – رِضَا اَللَّهِ فِي رِضَا اَلْوَالِدَيْنِ, وَسَخَطُ اَللَّهِ فِي سَخَطِ اَلْوَالِدَيْنِ – أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِم

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ashr radhiyallahu ‘anhuma , Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda, “Keridhaan Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi, hadits ini sahih menurut Ibnu Hibban dan Al-Hakim)

Berikutnya, Adapun kesombongan dalam  konteks hubungan spiritual, adalah antara umat Islam dengan Rasulullah, sebagai contoh, bentuk pengingkaran dalam konteks spiritual yakni, pengingkaran terhadap ajaran, tatanan dan tuntunan Rasulullah, seperti halnya, mengingkari Al-Qur’an dan Hadist, hanya dikarenakan kepentingan-kepentingan pribadi semata, merubah ajaran, dan memanfaatkannya karena nafsu belaka.

Allah berfirman,

مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا

Siapa yang menaati Rasul (Muhammad), maka ia sungguh telah menaati Allah. Siapa yang berpaling, maka Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad) sebagai pemelihara mereka. (An-Nisa’:80)

Selanjutnya adalah kesombongan seorang hamba kepada penciptanya, adalah ketidaktaatan atas perintah Allah, dan pelanggaran terhadap larangan-larangan Allah. Sedangkan dirinya enggan bertaubat,hal ini merupakan bentuk kesombongan ruhaniah yang hakiki, Na’udzubillah.

Allah berfirman,

وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَاnبٌ مُهِينٌ

Siapa saja yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya serta melanggar batas-batas ketentuan-Nya, niscaya Dia akan memasukkannya ke dalam api neraka. (Dia) kekal di dalamnya. Baginya azab yang menghinakan. (An-Nisa’:14)

Maka dari itu, penting untuk difahami bahwa sikap sombong dan ketidaktaatan dalam hubungan spiritual dan sosial dapat menjauhkan diri dari keridhoan Allah. Adapun kunci untuk mencapai keridhoan Allah adalah dengan mempraktikkan ketaatan atas perintah Allah dan ajaran Rasulullah SAW adalah dengan kerendahan hati, saling menghormati, dan peduli terhadap sesama.

Sadar akan segala kekurangan yang dimiliki diri jikalau dibandingkan dengan Tuhan yang memiliki segala adalah salah satu cara daripada bentuk pengagungan kepada Allah, yang dipraktikkan dalam bentuk ketundukan dan kerendahan hati kepada siapapun itu, tanpa merasa dan memandang status sosial dirinya lebih mulia untuk kemudian merasa layak di muliakan. Karena hal ini adalah kesombongan, dan hendaklah sifat dan sikap seperti ini dijauhi sejauh jauhnya.

Akhirnya setelah menjalani tingkatan dan fase fase berkembang menuju ridha Allah, kelak akan muncul dalam karaker seorang tersebut baik nampak maupun tak nampak bentuk dan wujud daripada ketaatan. Ketaatan berarti berbenah, dan berbenah itu mengharuskan pengorbanan. Pengorbanan ego, pengorbanan waktu, dan pengorbanan kesenangan yang dapat menjauhkan diri dari Allah. Oleh karena itu, dengan menjauhi pengingkaran terhadap ajaran Allah dan Rasul-Nya serta mengambil teladan dari kisah-kisah para nabi dan orang-orang saleh, nantinya ia dapat hidup dalam ketaatan yang kuat dan meraih keridhoan Allah. Ketaatan yang tulus dan ikhlas, adalah bentuk pengorbanan yang mendalam bagi imannya, dan hal tersebut akan membawa barokah dan keberkahan dalam kehidup.