Islam sebagai risalah samawi yang diwahyukan oleh Allah SWT. kepada Muhammad SAW selaku nabi terakhir, dengan kalimat tauhid sebagai landasannya menjadi bukti kehebatan konsep ilahiyah menuju kejayaan peradaban islam yang sangat gemilang pada waktu itu. Reformasi ini terbentuk dalam kurung waktu kurang dari seperempat abad, masyarakat jahiliyah yang dulunya tidak berperikemanusiaan, tukar menukar istri dianggap tradisi, berzina sudah jadi budaya, lahirnya anak perempuan merupakan aib besar, diangkat menjadi manusia yang berkebudayaan, beradab, dan berperadaban.
Seiring berjalannya waktu islam mencapai puncak kejayaannya yang terjadi pada tahun 650-1250 M. Kemajuan islam terjadi bukan tanpa alasan, hal ini ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, arsitektur, astronomi, kedokteran, kimia, dan fisika. Dalam sejarah perkembangan islam masa ini sering disebut sebagai periode klasik di mana keberadaan dua kerajaan besar; Daulah Umayyah dan Daulah Abbasiyah yang melatar belakanginya.
Daulah Umayyah merupakan sebuah rezim pemerintahan Islam yang berada di bawah kekuasaan keluarga Umayyah. Dinasti ini didirikan oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan dengan masa kekuasaan sejak 661-750 M. Sepeninggal Ali ibn Abi Thalib, sebagian umat Islam membai’at Hasan salah seorang anak Ali untuk menjadi Khalifah, namun jabatan tersebut tidak berlangsung lama, karena Hasan tidak mau melanjutkan konflik dengan Bani Umayyah (Mu’awiyah). Ia melakukan perdamaian dengan Mu’awiyah dan menyerahkan kepemimpinan kepadanya. Dengan demikian, Mu’awiyah menjadi penguasa tunggal masyarakat muslim ketika itu.
Keberhasilan Mu’awiyyah mendirikan Dinasti ini bukan hanya kemenangan diplomasi yang didapat pada saat Perang Siffin, akan tetap juga karena pemikiran besar yang ia punya akan pembangunan di masa depan, sehingga Bani Umayyah dan Orang-orang Suriah memberikan dukungan penuh terhadapnya. Mu’awiyyah menjadi khalifah Bani Umayyah dengan Damaskus sebagai ibu Kotanya kala itu. Dinasti ini mempunyai masa pemerintahan selama kurang lebih 91 tahun. Pemerintahan ini dinahkodai oleh 14 khalifah berdasarkan masa kepemimpinannya masing-masing. Berbagai kemajuan terlihat pada Dinasti ini, di antaranya adalah di bidang administrasi dengan membentuk diwan-diwan untuk menangani setiap bagian dari pemerintahan. Misal, diwan al-barid sebagai penyampai informasi rahasia kepada pemerintah pusat, diwan al-kharraj yang mengatur perihal perpajakan.
Pada masa dinasti ini, tepatnya pada masa khalifah Abdul Malik ibn marwan, percetakan uang dilakukan, walaupun pengelolaan asset dari pajak tetap di Baitul Mal. Abdul Malik ibn Marwan juga mengembangkan bidang arsitektur dengan membangun Kubah al-Syahkrah di Baitul Maqdis.
Selanjutnya bidang pendidikan sistemnya sudah semakin baik. Pada masa ini pola pendidikan telah berkembang, sehingga peradaban Islam sudah bersifat internasional yang meliputi tiga benua, yaitu sebagian Eropa, sebagian Afrika dan sebagian besar Asia yang kesemuanya itu dipersatukan dengan bahasa Arab sebagai bahasa resmi negara. Dengan kata lain Periode Dinasti Umayyah ini merupakan masa inkubasi, di mana dasar-dasar dari kemajuan pendidikan dimunculkan, sehingga intelektual muslim berkembang. Di antara kemajuan ilmu pengetahuan pada dinasti ini adalah: pengembangan bahasa Arab, dijadikannya Marbad sebagai kota pusat kegiatan ilmu, ilmu qira’at, ilmu tafsir, ilmu hadist, ilmu fiqh, ilmu nahwu, ilmu geografi, tarikh, dan usaha penerjemahan.
Kemunduran Dinasti Umayyah dimulai saat kekhalifahan Umar II, dengan kebijakannya yang sangat lunak dan bersahabat, baik dengan Khawarij maupun Syi’ah sehingga tidak ada yang memusuhinya. Namun, karena kurangnya ketegasan dalam kebijakan politik, hal ini dapat dimanfaatkan oleh Bani Abbas.
Setelah Umar II wafat, mereka segera melancarkan permusuhan dengan dinasti Umayah. Beberapa masa setelahnya, gerakan Abbasiyah bersama-sama kelompok aliran-aliran yang lain bahu-membahu melawan tentara Umayyah di tepi sungai Dzab pada 749 M. Khalifah terakhir Dinasti Umayyah, Marwan II, kalah perang dan lari ke Syam, lalu ke Palestina, dan akhirnya ia ditangkap di Mesir dan dibunuh (750 M).
Beberapa faktor yang menyebabkan runtuhnya Dinasti Umayyah adalah: sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan yang pengaturannya tidak jelas dan menyebabkan persaingan tidak sehat pada internal kerajaan itu sendiri. Lalu, sikap hidup mewah di kalangan keluarga kerajaan dan berkurangnya perhatian terhadap urusan agama.
Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah merupakan kelanjutan dari kekuasaan Dinasti Bani Umayyah yang berlangsung selama 500 tahun atau 5 abad, yaitu dari tahun 132 H/750 M sampai 656 H/1258 M. Nama Abbasiyah diambil dari nama keturunan Abbas, paman Nabi Muhammad SAW. Pada awal kekuasaan, kota Kufah dipilih oleh khalifah pertama Abu Abbas as-Saffah untuk menjadi pusat pemerintahan. Kemudian ibu kota dipindahkan ke Baghdad oleh Abu Ja’far al-Mansur (754-775 M). Pada masa ini peradaban Islam menjadi pusat pengetahuan dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia.
Kota Baghdad didirikan oleh al-Manshur pada tahun 762 M. Banyak sekali pertimbangan yang dilakukan khalifah al-Manshur untuk menetapkan Baghdad sebagai kota peradaban islam, salah satunya aspek geografis, udara, tanah dan lingkungan. Banyak ahli yang diikutsertakan dalam pembangunan kota ini. Mereka didatangkan dari Syiria, Mosul, Basrah, dan Kufah. Mereka berjumlah sekitar 100.000 orang mencakup ahli bangunan, arsitek, tukang batu, tukang kayu, ahli lukis, dan ahli pahat. Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam. Sebagai pusat intelektual, di Baghdad terdapat beberapa pusat aktivitas pengembangan ilmu, di antaranya adalah Bait al-Hikmah, yaitu lembaga ilmu pengetahuan yang menjadi pusat pengkajian berbagai ilmu. Selain itu, banyak berdiri akademi, sekolah tinggi dan sekolah biasa yang memenuhi kota itu. Dua di antaranya yang terpenting adalah perguruan Nizhamiyyah, didirikan oleh Nizham Al-Mulk, wazir Sultan Seljuk, pada abad ke-5 H dan perguruan Mustansiriyah, didirikan dua abad kemudian oleh Khalifah Mustanshir Billah.
Dalam bidang sastra, kota Baghdad terkenal dengan hasil karya yang indah dan digemari orang. Di antara karya sastra yang terkenal adalah kisah seribu satu malam. Selain itu, di kota Baghdad ini, lahir dan muncul para saintis, ulama, filosof, dan sastrawan Islam yang terkenal, seperti al-Khawarizmi (ahli astronomi dan matematika, penemu ilmu aljabar), al-Kindi (filosof Arab pertama), al-Razi (filosof, ahli fisika dan kedokteran), al-Farabi (filosof besar yang dijuluki dengan al[1]Mu’allim al-Tsani, guru kedua setelah Aristoteles), tiga pendiri madzhab hukum Islam (Abu Hanifah, Syafi’i, dan Ahmad ibn Hambal), al-Ghazali (filosof, teolog, dan sufi besar dalam Islam yang dijuluki dengan Hujjah al-Islam), Abd al-Qadir al-Jailani (pendiri tarekat Qadariyah), Ibn Muqaffa’ (sastrawan besar), dll.
Dalam bidang ekonomi, perkembangannya berjalan seiring dengan perkembangan politik. Pada masa Harun al-Rasyid dan al-Makmun, perdagangan dan industri berkembang pesat. Kehidupan ekonomi kota ini didukung oleh tiga buah pelabuhan yang ramai dikunjungi para kafilah dagang internasional.
Di antara semua kemegahan peradaban itu ada saatnya Bani Abbasiyah mengalami kemunduran, faktor internal yang menjadi salah satu penyebab keruntuhan dinasti ini, di antaranya adalah: perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan, munculnya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri, kemerosotan perekonomian dan menyempitnya wilayah kekuasaan yang menyebabkan pendapatan negara menurun. Selain itu, pengeluaran membekak karena kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah sehingga jenis pengeluaran semakin beragam, serta para pejabat banyak yang melakukan korupsi. Tak lupa juga, munculnya aliran-aliran sesat dan fanatisme keagamaan.
Dari paparan sejarah di atas, Islam mengalami kemajuan yang sangat pesat. Dunia mencatat bahwa pengaruh Islam kala itu menduduki posisi yang sangat penting dalam peradaban global. Istilah yang diberikan untuk masa ini adalah The Islamic Goden Age. Namun tak lama setelah itu, semua kemegahan peradaban itu sirna, bahkan Islam mengalami kemunduran. Penyebabnya dari internal muslim itu sendiri, sikap hidup mewah di kalangan keluarga kerajaan, keserakahan para penguasa yang sudah tidak begitu peduli lagi terhadap urusan agama, dan munculnya dinasti-dinasti kecil yang menimbulkan perpecahan pada kerajaan itu sendiri.
Keruntuhan ini muncul dari menguatnya materialisme, yaitu kegemaran penguasa untuk menerapkan gaya hidup mewah. Sementara itu korupsi, kolusi, nepotisme, dan dekadensi moral tumbuh subur di badan pemerintah. Setelahnya timbul ketidakpuasan para tokoh dan intelektual. Akibatnya, mereka yang punya kapabilitas dan integritas pindah ke negara lain, sehingga negara Islam kekurangan SDM yang terampil. Akibat dari itu semua, orang-orang yang mengisi posisi pemerintahan bukanlah orang kompeten dan menyebabkan produktivitas anjlok. Hal ini yang dapat membuat peradaban Islam runtuh di tangan muslim itu sendiri.