Wahai pondokku, Al-Amien Prenduan.

Maaf. Ya. Maafkan aku. Maafkan aku, jika aku belum mampu berbuat yang terbaik untukmu. Di hari bersejarah ini, di hari usiamu yang ke-70 tahun ini, aku hanya ingin mengucapkan banyak terima kasih padamu, oh pondokku.

Engkau telah mengajariku keikhlasan, kesabaran, dan kesederhanaan, sebagai bagian dari panca jiwa pondok yang selalu terpatri dalam sanubari, sejak awal aku menginjakkan kaki di Bumi Djauhari. Ketika aku harus meninggalkan gemerlapnya kota Jakarta, dan bertekad untuk mengabdikan diri pada suami dan padamu, almamaterku. Begitu banyak cerita yang ingin kusampaikan. Namun apa daya, tak bisa kusampaikan jutaan memori yang begitu berarti itu, dalam bentuk kalimat dalam tulisan ini.

Sejak tiga puluh tahun yang lalu, hidup di kota santri menjadikanku secara bertahap mengalami perkembangan signifikan yang luar biasa. Mulai dari ilmu tentang pengetahuan agama, ilmu umum, baik formal maupun non-formal yang aku ajarkan, dan aku peroleh dari pada santri. Alhamdulillah.

Begitu pula pertumbuhan fisik bangunanmu, yang dulu hanya berupa saung majelis, sekarang telah berubah menjadi bangunan bertingkat dengan berbagai fasilitas yang lengkap. Semua itu seiring dengan perkembangan dan untuk menjawab tantangan zaman, tentunya. Ya. Engkau sudah semakin besar dan gagah. Namun semakin besar, artinya semakin beragam pula tantangan yang harus engkau hadapi di masa mendatang.

Wahai pondokku, Al-Amien Prenduan.

Surat ini aku tulis untuk mengiringi derap langkahmu, dengan segenap denyut jantungku. Bahwa pesantren tak boleh lengah, sekalipun dalam situasi yang serba kompleks, di tengah persaingan global yang semakin ketat. Kibarkan panji-panji jihadmu, untuk berjuang mencetak para santri sebagai mundzirul qoum. Aku sadari, beban yang kau pikul di masa kini semakin berat.

Namun, wahai pondokku… Sekali lagi, pesantren tidak boleh lelah mempersiapkan kader-kader mutafaqquh fi-diin yang terbaik. Karena,kader-kader itulah harapan masa depan bangsa dan dunia. Suatu saat nanti, aku yakin kader-kader yang kau lahirkan akan memiliki keluasan cakrawala berpikir, dalam berbagai perspektif keilmuan. Mereka akan bisa membekali hidup mereka di masa yang akan datang, di mana orang-orang mulai sulit membedakan yang haq dan bathil, yang halal dan yang haram.

Engkau telah membentengi kami, para mujahid pendidikan, dengan kekuatan iman dan takwa kepada Allah SWT, serta akidah ahlus sunnah wal jama’ah. Sehingga, kami, para guru dan santri tidak mudah tergoyahkan akan terpaan badai sengkarut zaman yang sudah mulai koyak ini. Jiwa li i’laa-I kalimaatillah, kami akan selalu menggelora dan berkobar dahsyat.

Wahai pondokku…, Al-Amien Prenduan.

Teruntuk para murabbi dan murabbiyahmu, yang telah banyak mendidik selama ini, semoga selalu barokah dan panjang umur dalam berjidad di jalan Allah. Jazahumullah, ahsanal jaza. Semoga Allah yang membalas keikhlasan mereka, dengan kemulian.

Aku tahu, mereka adalah orang-orang yang tak kenal lelah, saat disibukkan dengan segudang permasalahan santri. Belum lagi harus mengurus keluarga sendiri. Namun ingat, bahwa bismillah, fillah, billah, lillah, ma’allah, ilallah, ‘alaallah, untuk kondisi seperti sekarang ini, benar-benar kami butuhkan. Sehingga kami bisa sama-sama saling berbenah diri untuk menjaga seluruh aset-asetmu, baik yang berupa materi maupun nilai-nilai luhur yang engkau wariskan kepada kami.

STOP kebocoran! Jiwa amanah harus ditegakkan. Karena setiap tugas dan amanahkan pasti ada pertanggungjawabannya di hadapan Allah SWT. Kullukum raa’in wa kullukum mas’uulun ‘an ra’iyyatihi.

Wahai pondokku,semoga kita, engkau dan kami semua, tidak lantas terlena dengan hal-hal yang bersifat duniawi. Sehingga, satu sama lain berlomba mengejar dunia. Karena hal yang demikian, melenceng dari falsafah hidup sederhana, yang senantiasa kau wariskan kepada kami semua, untuk kami junjung tinggi.

Satu lagi yang tidak kalah penting, jiwa we are one yang senantiasa kau dengung-dengungkan dengan lantang, semoga tidak menjadi sebatas slogan omong kosong, yang dapat menjadikan sekat bagi lembaga-lembaga yang telah lahir dari rahimmu.

Bukankah kau sering berkata dengan senyum tulusmu: jangan ada sekat di antara kita. Ya, baik anak-anakmu, lembaga-lembaga itu, maupun para alumni yang lahir dari lembaga-lembagamu, baik yang di dalam maupun di luar pondok, semoga tetap membaur menjadi satu di bawah naungan kebesaran cintamu, wahai pondokku…, Al-Amien Prenduan.

Syekh Sulaiman pernah berdoa: Ya Allah, jadikanlah dunia dalam genggamanku, dan akhirat di hatiku. Tapi jangan kau ambil dunia dari tanganku. Kita semua berharap 1000 langkah lebih maju hingga hari kiamat nanti, di mana dunia tidak berguna lagi. Hanya amal salihlah yang berarti, sebagai pembela diri kita. Semoga kita bisa kekal abadi di surga Ilahi Rabbi, kelak. Amin.

2 thoughts on “Untukmu, Al-Amienku

  1. Pingback: Untukmu, Al-Amienku - Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan

  2. Ust. Suhairi, S.Th.I Al Hafid says:

    Subhanallah.
    Barokallah.

    Sangat Bagus Sekali Dan Menginspirasi.
    Terimakasih Bu Nyai.

    Semoga Panjenengan Sekeluarga Senantiasa Sehat Wal ‘Afiyat Serta Dalam Lindungan Dan Ridho Allah SWT. Amien Yaa Rabbal ‘Alamin.

    PP. Baron Nganjuk Jawa Timur
    1. Ust. Suhairi, S.Th.I Al Hafidz Alumni MTA 2006 M Dan IDIA 2010 M
    2. Usth. Riskiyatun, S.Th.I Alumni IDIA 2010 M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.