TMI- Jumat pagi (25/09) Kediaman Pimpinan dan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, dijejali para tamu undangan. Dari kalangan Majelis Kiyai, asatidz, hingga santri-santri kelas VI TMI maupun Ma’had Tahfidzil Qur’an, yang turut hadir dan cukup antusias menyambut kedatangan tamu kajian, KH. Dr. Abdul Ghofur Maemoen Jubair, MA., notabene putra kelima (Alm.) KH. Maemoen Jubair, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar, Sarang.
KH. Dr. Abdul Ghofur Maemoen Jubair, MA., atau lebih akrab dengan sapaan Gus Ghofur, dalam kajian bareng ini menyampaikan beberapa hal terkait peran pemuda di masa pancaroba ini. Beliau menilai anak muda saat ini cukup rentan dengan hal-hal yang membuat dirinya mudah terkenal dan mencuat ke permukaan publik sebelum masanya.
“Padahal, masa muda adalah masa di mana kita harus ‘menanam’ diri, untuk masa-masa dewasa kelak. Yakni, masa di mana sudah saatnya bagi anak-anak muda saat ini untuk menunjukkan kebolehannya di hadapan publik,” tutur beliau disambut antusias hadirin.
Kajian yang digelar dalam waktu setengah jam itu, cukup membekas di benak para hadirin. Hal ini tampak dari antusias mereka dalam mengikuti kajian beliau hingga tuntas. Kajian dan cara tutur kata beliau yang cukup halus, lugas, penuh tawadhu’ dan menarik, berhasil menggaet perhatian hadirin hingga tidak terasa melontarkan gelak tawa.
Dalam kajiannya, beliau banyak berkisah terkait teladan-teladan yang patut dicontoh, semisal dari kalangan teladan Para Nabi. Nabi Muhammad, Saw. misalkan. Beliau menuturkan kisah cukup runtut, terkait bagaimana kehidupan Nabi semasa ia kecil, hingga bertemu Sayyidatuna Khadijah di usianya yang terbilang masih muda dibanding sang Saudagar yang berjarak 15 tahun usia di atasnya.
Menurut beliau, jarak umur antara sang Nabi dengan Khadijah mungkin relatif lumrah pada masanya, sehingga jika digelar pernikahan pun di antara keduanya merupakan hal yang lumrah pula. Namun satu hal yang perlu digarisbawahi, ialah perihal bagaimana proses Nabi Muhammad Saw. diangkat sebagai Nabi.
“Nah, dari sana ada jarak sekitar 15 tahun lamanya proses yang dilewati oleh Muhammad sehingga ia diangkat sebagai Nabiyullah, Rasul sekalian umat, penyempurna agama-agama yang dibawa oleh Nabi dan Rasul sebelumnya. Itu kan di sana ada proses ‘menanam’ diri, sebelum beliau benar-benar terangkat menjadi Rasulullah. Lalu lihat ketika beliau terangkat. Luar biasa itu,” tutur beliau panjang lebar.
Selain dari pada teladan Rasulullah, beliau juga mengutarakan sepenggal kisah tentang bagaimana proses pengangkatan Nabi Yusuf a.s yang notabene sejak muda beliau sudah mashur akan ketampanannya, lalu diangkat sebagai Nabiyullah setelah 7 tahun lamanya ia berada dan ‘menanam’ diri dalam penjara Amir Mesir. Juga kisah bagaimana Nabi Musa ‘menanam’ diri dalam istana fir’aun, hingga bagaimana seorang Nabi Yunus a.s ‘menanam’ diri di dalam perut ikan paus selama 40 tahun seraya bertasbih.
Kajian yang berakhir tepat pukul 09.45 WIB itu berlangsung penuh antusias, di samping Gus Ghofur juga berharap dan berpesan agar para penghuni pondok bisa memanfaatkan situasi lockdown ini dengan kegiatan-kegiatan positif yang dapat mendekatkan diri kepada Allah Swt. Dengan cara perbanyak dzikir dan beraktifitas sambil lalu banyak membenahi diri sehingga bisa menjadi pribadi yang produktif.
“Mari kita sama-sama ‘menanam’ diri beberapa waktu ke depan, sehingga ketika suasana lockdown ini berakhir, kita sudah siap menjalankan segala bentuk khidmah dan amanah.” Tutur beliau mengakhiri kajiannya, lalu menutup acara dengan doa bersama yang beliau langsung pimpin pula. (Az)