
Salah satu bagian terpenting dalam pembentukan karakter adalah penuntasan kemandirian. Kemandirian merupakan kemampuan seseorang untuk berdiri sendiri, mengambil keputusan dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri tanpa bergantung kepada orang lain. Masih banyak orang yang beranggapan bahwa kemandirian itu hanya terbatas pada kemandirian fisik seperti bisa mandi dan makan sendiri, bisa berpakaian sendiri, dan berani tidur sendiri. Padahal, kemandirian itu meliputi banyak sekali aspek baik fisik, emosional, pemikiran, sosial dan finansial.
Kemandirian adalah pondasi karakter. Anak yang mandiri akan memiliki karakter yang kuat, percaya diri, memiliki semangat yang tinggi, serta memiliki kemampuan yang baik dalam penyelesaian masalah. Sebaliknya, anak yang tidak terbiasa mandiri akan memiliki karakter rendah diri, tidak teratur hidupnya, malas beraktivitas dan kebingungan saat menghadapi masalah.
Jika kita analisa fenomena yang terjadi di sekitar kita, banyak sekali masalah pribadi dan sosial yang lahir karena ketidak kemandirian. Pada kasus bullying misalnya, anak-anak yang tidak mandiri adalah anak-anak yang potensial menjadi korban. Ketika mereka mendapat olokan atau ejekan, mereka tidak memiliki keterampilan untuk melawan. Mereka juga kurang mahir dalam mengatasi berbagai kesulitan karena kemudahan-kemudahan yang selama ini diterimanya. Mereka juga biasanya mengembangkan sikap inferior dalam hubungan sosial, sehingga ketidakpercayaan diri itu rentan membuat mereka mendapatkan perilaku diskriminatif dari lingkungan.
Kemandirian harus dilatih sejak usia dini, karena kemandirian akan membantu seseorang menjalani kehidupan yang lebih adekuat di fase-fase perkembangan berikutnya. Di fase awal kehidupan sampai masa kanak-kanak, kemandirian dapat dilatih pada hampir seluruh tahapan perkembangan. Saat anak belajar merangkak atau bejalan, ada fitrah kemandirian di dalamnya. Anak yang terlalu diproteksi, karena orangtua takut anak terjatuh, khawatir anak kesakitan, atau cemas jika anak mengaduh, dapat menghambat penuntasan kemandiriannya.
Penumbuhan kemandirian juga bisa dijalankan pada saat tahapan meng-ASI-hi hingga menyapih. Sebuah studi menunjukkan bahwa anak-anak yang tidak terpenuhi kebutuhan ASInya, memiliki resiko masalah emosi di usia remaja. Mereka akan mengalami ketidakmandirian dalam pengelolaan emosi, sehingga seringkali menjadi anak-anak yang problematik dalam kehidupan sehari-hari. Sementara di dalam kegiatan menyapih, ada proses latihan tentang kemandirian pengendalian nafsu. Saat disapih di usia 2 tahun, anak akan belajar untuk mengendalikan keinginan dan mengalihkannya kepada kegiatan lain yang lebih sesuai. Pada fase inilah, orangtua sedang mengajarkan kemandirian berfikir dan emosional.
Setelah melewati fase penyapihan, anak akan belajar kemandirian melalui proses toilet training. Beberapa orangtua ada yang mengajarkan toilet training pada anaknya bahkan sebelum penyapihan. Selain mengajarkan kemandirian, toilet training juga mengajarkan kedisiplinan. Ketika orangtua tidak serius mengajarkan toilet training kepada anak, ia akan kehilangan kesempatan untuk mengajarkan kedisiplinan dan manajemen waktu. Salah satu akibat dari kurang berjalannya toilet training, anak menjadi kurang mengenal “periode menahan”. Anak yang mengalami kesulitan pada periode menahan, biasanya juga akan kesulitan dalam menahan yang lain, seperti menahan emosi, menahan keinginan tertentu dan lain-lain.
Kemandirian memberikan banyak sekali manfaat bagi anak. Anak akan lebih bertanggung jawab atas dirinya, memiliki daya juang yang tinggi sehingga tidak mudah mengeluh serta akan memiliki pengendalian diri yang baik. Manfaat baik ini akan dibawa anak sampai usia dewasa, dan akan memberikan kemudahan dalam hubungannya dengan orang lain, baik di sekolah, lingkungan kerja, sosial dan pernikahan. Karena itu, peran orangtua menjadi sangat penting untuk membantu anak menuntaskan kemandiriannya sejak usia dini, agar terlahir manusia-manusia tangguh dan bahagia.
Salam sehat mental 💜