
Bagi saya pengalaman hidup menjadi santri sangatlah tidak mudah. Tentu menjadi santri memiliki cerita dan kesan tersendiri bagi saya yang pernah tinggal di pondok pesantren. Pengalaman ini tidak akan mungkin bisa dilupakan semasa hidup saya. Perjalanan menjadi seorang santri tentu telah memberikan warna-wani dalam kehidupan saya. Tentu ada yang indah dan ada yang pahit. Pahitnya mondok bagi seorang santri rasanya pasti nikmat dan bakalan bikin kangen.
Semenjak saya lulus SD, saya ingin sekali mondok karena banyak dari keluarga-keluarga saya sekolahnya hanya sampai lulus MTs, lalu setelah itu kerja. Di situlah saya berkeinginan untuk mondok. Lalu saya meminta izin kepada orang tua saya, kemudian mereka mengizinkan untuk mondok. Saya pun mengajak orang tua untuk survey pondok pesantren yang ada di Madura. Setelah saya survey, alhamdulilah saya mendapatkan pondok pesantren lumayan modern di daerah Prenduan yang bernama “Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan”, yang tempatnya tidak jauh dari tempat kelahiran saya, yaitu di Sumenep juga.
Pada akhirnya tiba saatnya saya berangkat ke pondok pesantren dan di antar oleh keluarga besar saya. Pada awalnya saya merasa sangat amat senang bisa mondok. Tapi ketika mau ditinggal sama keluarga saya pulang, saya merasa sedih dan tidak membolehkan mereka untuk pulang. Rasanya itu seperti ingin nangis tapi tidak bisa nangis. Lalu saya diyakinkan sama pengurus di pondok waktu itu, yaitu Muallim Ahlun Najar, asal Palembang. Akhirnya saya dengan berat hati memperbolehkan orang tua saya untuk pulang, dengan syarat besok harus dikirim pokoknya.
Awalnya saya tidak kerasan, bawaannya ingin pulang saja, Meskipun tekad untuk mondok sudah tinggi, tapi tetap saja kangen rumah, kangen orang tua dan kampung halaman.
Saya berada di pondok pesantren bisa dikatakan cukup amat lama. Banyak sekali pengalaman dan kesan yang saya alami pada saat saya mondok. Tentu bagi saya pondok pesantren memberikan pelajaran yang sangat berarti. Hidup di pondok pesantren memberikan pelajaran bagaimana hidup mandiri, jauh dari orang tua, keluarga, saudara, dan bahkan kerabat yang selalu menemani.
Di pondok pesantren, banyak suka dan duka yang saya alami selama menjadi santri, mulai yang dari melanggar aturan, bersembunyi di kamar mandi karena malas sholat berjama’ah di masjid, pura-pura sakit karena malas sekolah, ugal-ugalan sama pengurus atau juga melakukan surat-suratan, sampai kadang keluar pondok tanpa izin. Mungkin di pondok pesantren, saya tidak merasakan kasih sayang orang tua secara langsung. Tapi istimewanya di pondok pesantren, saya merasakan kasih sayang dan kebersamaan dari teman-teman yang sudah menjadi keluarga sendiri.
Kegiatan di pondok sangat padat. Saya harus bangun jam 3 malam untuk melakukan sholat tahajjud berjama’ah di masjid, dilanjutkan sholat subuh, lalu mengantri untuk mandi, setelah itu siap-siap berangkat sekolah. Setelah pulang sekolah saya melakukan sholat berjama’ah di masjid, lalu makan siang dan melanjutkan pembekalan bahasa Arab dan Inggris yang dilakukan di sekolah, lalu sholat ashar berjama’ah lagi, setelah itu kegiatan pilihan.
Sebenarnya hidup di pondok pesantren itu enak. Aktivitas santri hanya belajar, sekolah, ngaji, makan, dan tidur. Tapi masih banyak yang tidak kerasan tinggal di pondok pesantren, termasuk saya juga sih hehehe. Lalu berbicara mengenai kebersamaan di pondok, di pondok pesantren memang kebersamaan antara santrinya kuat. Saya ingat ketika ada salah satu teman saya disambangi sama orang tuanya, pasti wali santrinya membawakan nasi atau jajanan untuk anaknya dan santri lainnya yang tinggal sekamar.