Sumenep, TMI – Empat redaktur TMI Media Center ikuti Pesantren Jurnalistik yang diadakan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumenep, Kamis (28/03). Kegiatan itu dilaksanakan di Kantor PWI Sumenep, Jl. Dr. Cipto no. 37, dalam program ‘Ramadhan Bersama PWI Sumenep’.

Baca Juga: Tandai Babak Baru Sejarah Pondok, Pengasuh Lantik Redaktur TMI Media Center

“Jadi hari ini kita ada sekitar 4 orang mengikuti Pesantren Jurnalistik di Kantor PWI Sumenep. Ya tentu ini menjadi langkah pasti bagi tim TMI Media Center untuk meningkatkan kualitas redaktur,” ungkap salah satu redaktur TMI Media Center, Ahmad Huzaini.

Ada tiga materi yang disiapkan panitia untuk peserta. Materi pertama bertajuk “Ngaji Dasar-Dasar Jurnalistik dan Penulisan,” dengan pemateri Temmy Andani, jurnalis beritajatim.com. Materi kedua mengambil tema “Ngaji Teknik Wawancara & Pengumpulan Data.” Ach. Rifa’i, S.Ag., S.H., M.H., jurnalis tribunnews.com, menjadi pengisi materi ini. Adapun materi terakhir ialah “Ngaji Fotografi Jurnalistik.” Pengisi materi ketiga ini adalah H. Ibnu Hajar, M.Pd., jurnalis seputarjatim.com.

Setelah Pesantren Jurnalistik, kegiatan berlanjut ke Bagi-Bagi Takjil Gratis, Santunan Anak Yatim & Dhuafa, serta Buka Bersama Wakil Bupati Sumenep, Hj. Dewi Khalifah, S.H., M.H., M.Pd.I. Dalam kesempatan itu, Wakil Bupati yang akrab disapa Nyai Eva itu menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya kegiatan itu. “Inilah bagian dari sebuah ikhtiar untuk mengisi bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah dengan kegiatan-kegiatan yang positif,” ujar Nyai Eva.

Kepada para peserta Pesantren Jurnalistik, Ketua Muslimat Nahdlatul Ulama Sumenep itu berpesan agar tidak menulis untuk mencari kesalahan orang lain. Selain itu, Nyai Eva juga berpesan agar menulis diniatkan untuk ibadah, serta bagaimana apa yang ditulis bisa berdampak positif.

Baca Juga: Diklat Keredaksian, Tim Ahli Ingatkan Empat Fungsi Utama Pusat Media TMI

Sementara itu, Ketua PWI Sumenep, M. Syamsul Arifin, S.H., mengungkapkan bahwa tujuan kegiatan ini ialah agar para peserta tidak hanya bisa membaca kitab kuning. “Artinya, selain santri di pondok pesantren bisa membaca kitab kuning, juga bisa menganalisa atau bisa menulis kondisi yang ada di sekitarnya,” jelas Beliau. (Zeal)