Satu lagi kabar membanggakan, merebak dari kalangan alumni TMI Al-Amien Prenduan. KH. Dr. Didik Hariyanto, Lc., M.P.I., menyelesaikan studi doktoralnya, pada Program Studi Tafsir Hadits, di King Abdul Aziz University, Jeddah, Senin (22/05). Tak tanggung-tanggung, Kiai Didik, demikian sapaan akrabnya, lulus dari universitas terkemuka tersebut dengan predikat mumtaz.
“Al-fadhlu-Llāh awwalan wa ākhiron,” demikian alumni tahun 1995 ini mengawali pembincangan, saat redaksi situs tmial-amien.sch.id mewawancarainya. Kiai Didik mengaku, keberhasilannya tak lepas dari jasa kedua orang tua, para pimpinan dan masāyikh, serta para asātidz Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan. Khususnya, wali kelas ketika ia duduk di kelas I D TMI Al-Amien Prenduan, Ustaz Syamsul Arifin. Sang wali kelaslah, yang telah berjasa meletakkan pondasi keilmuan dalam dirinya.
Baca Juga: Mengabdi Lewat Hobi
Pimpinan Islamic Center Wadi Mubarok ini juga menjelaskan, bahwa sejak kelas 3 TMI Al-Amien Prenduan, ia sudah diminta mengurus perpustakaan yang langsung berada di bawah pengawasan Kiai Tidjani, Pimpinan dan Pengasuh Al-Amien Prenduan, saat itu. Dari Kiai Tidjani, ia banyak belajar menggeluti keilmuan dan membangun jaringan, baik lokal maupun internasional.
Sejak saat itu, Kiai Didik mulai mengenal sekelumit ilmu tafsir melalui kitab-kitab tafsir yang direkomendasikan oleh Kiai Tidjani. Misalnya, Kiai Tidjani pernah memberinya kitab tafsir Adwā’u al-Bayān karangan Syekh al-Amīn asy-Syinqithi, saat hendak mengikuti lomba tafsir di Gontor. Untuk itu, Kiai Didik sangat bersyukur. Bahkan kitab itulah, yang ia jadikan rujukan utama dalam menyelesaikan disertasinya, dalam hal tafsir bil ma’tsūr. “Kiai Tidjani yang telah menginspirasi saya fokus belajar ilmu tafsir Al-Qur’an,” kenangnya.
Setahun kemudian, setelah dipercaya mengurus perpustakaan itu, Kiai Didik mulai tertarik menghafal Al-Qur’an. Ia bahkan merelakan waktu kosong, yang semestinya ia gunakan untuk melepas penat dari padatnya kegiatan pondok, untuk menghafal Al-Qur’an. “Setiap habis Ashar, kalau kebetulan saya tidak tugas jaga perpustakaan, saya selalu menghafal di Rayon Al-Munir,” jelas Kiai Didik, dengan menyebut salah satu tempat mukim di area TMI Al-Amien Prenduan.
Upaya Kiai Didik untuk bisa menghafal Al-Qur’an dengan baik, tidak berhenti di Al-Amien. Bahkan, selama menjalani masa pengabdian, ia juga menyelang waktu untuk tetap fokus menghafal Al-Qur’an, di Pesantren asy-Syifa, Bantul. “Tidak hanya itu, beberapa kali juga setor ke Kiai Nawawi, di Pesantren Ngerukem, Bantul, bareng KH Junaidi, Mudir MTA (Ma’had Tahfidz Al-Qur’an Al-Amien Prenduan.red), saat ini,” tambahnya.
Selepas masa pengabdian, Kiai Didik kembali melanjutkan hafalan Al-Qur’an 30 juz, di Madrasah Sirojiyah Harypur, Pakistan. Setelah itu Kiai yang kini berdomisili di Bogor tersebut, melanjutkan pendidikannya ke Universitas Islam Madinah, Fakultas Hadits dan Islamic Studies.
Selama berada di Madinah, ayah delapan anak itu mulai berpikir untuk membuka lembaga tahfiz, untuk alumni pesantren modern. Pertimbangannya, alumni pesantren modern, sudah memiliki kemampuan Bahasa Arab dan jiwa leadership yang matang. Sehingga, mereka akan lebih mudah dalam mengatur waktu ketika harus menghafal Al-Qur’an. “Jadi, nggak perlu lagi ngobrak-ngabrik. Nggak perlu lagi dipaksa dan dimotivasi. Itu berkaca kepada perjalan hidup saya pribadi,” ungkapnya.
Dari pemikiran itu, Kiai Didik mulai membuka program el-Kid, yang tujuan utamanya untuk mencetak para imam dan profesional penghafal Al-Qur’an. Program yang diprakarsai Sekjen Lembaga Tahfiz se-Indonesia, Robithoh Ma’ahidil Qur’an itu, menyasar setiap anak didik, yang pada tahun pertama dan kedua fokus pada Al-Qur’an dan Bahasa Arab. Adapun ilmu lain, akan diajarkan menyusul di kemudian waktu.
Baca Juga: Bergerak Mengabdi, Memulai dari Diri Sendiri
“Kegagalan-kegagalan lembaga yang menggabungkan antara sains dengan agama, terutama menghafal Al-Qur’an, karena di waktu yang bersamaan mereka dituntut dua-duanya,” terangnya. Menurut pandangan Kiai Didik, sistem semacam itu tidak efektif. Karena dapat mengganggu fokus santri, untuk mendalami sesuatu yang harus mereka dahulukan, yakni menghafal Al-Qur’an.
Ke depannya, selepas studinya selesai secara administratif, alumni TMI Al-Amien Prenduan tahun 1995 yang pernah menjabat sebagai Wakil Ketua PULDAPII periode 2015-2017 itu, akan kembali ke Indonesia, untuk terus berjuang di bidang Al-Qur’an dan Ilmu Tafsir. Meskipun banyak tawaran dari para koleganya untuk tinggal di negeri Raja Salman, ia memilih untuk tetap kembali ke pangkuan ibu pertiwi. “Panggilan batin saya adalah berjuang di Indonesia. Terutama dalam bidang Al-Qur’an dan Tafsir,” pungkasnya, tulus. (Zeal)
Pingback: Guru TMI Raih Predikat Lulusan Terbaik Program Doktor UMM |
Pingback: Santri TMI Borong 3 Kejuaraan dalam MQK Tingkat Jawa Timur | TMI Al-Amien Prenduan
Pingback: Lulus S2 di ITB, Alumni TMI Mantapkan Diri Melangkah di Dunia Olahraga | TMI Al-Amien Prenduan
Pingback: Alumni TMI Raih Terbaik II Duta Bahasa DKI Jakarta | TMI Al-Amien Prenduan