Ketercelaan setiap aksi mengebiri kaum santri, membatasi kreasi melejitkan potensi. Kaum yang seyogyanya merdeka mengerahkan daya pemakmurkan bumi dengan nilai-nilai dari kitab suci, nilai yang tidak tereduksi, nilai yang tidak terkontaminasi kepentingan birahi.

Mereka memahami ayat-ayat silaturrahim untuk merekatkan hati dalam tautan kasih sayang sejati. Ada jalan ilmu hingga jalan-jalan rizki yang tak akan terbatasi oleh keruhnya hati. Ada lubuk keyakinan yang menghimpun kekuatan merealisasikan mimpi-mimpi.

Semakin kuat pentolan-pentolan Quraisy membatasi kaumnya dalam interaksi mereka dengan dakwah Nabi, bahkan demikian kencang doktrin untuk menutupi pendengaran terhadap ayat-ayat suci. Akhirnya berujung rasa penasaran tingkat tinggi untuk menikmati sejuknya embun pagi, setelah terkurung pengapnya malam yang menyelimuti.

Nabi tak hirau kala menerobos gulita zaman yang lama menyayat hati. Ada onak duri hingga belajar mengerti bagaimana mengusap luka yang memberi tambahan energi. Tak peduli lolongan malam akankah mampu menjegal langkah kaki, tidak peduli caci maki. Sebab tambatan hati tak kan memudar oleh angkuhnya matahari dari ufuk dengki.

Embun yang tersusul hujan semakin deras menyirami. Rekah bumi tersambut tetumbuhan terus bersemi. Mulai berwarna bebunga menebar wangi memancarkan pesan-pesan rabbani. Ya Rabbi… bimbinglah diri menyeruput hangatnya kopi di pagi hari, agar semangat juang tidak redup menuju senja hari hingga merebah bersama damainya hati.

Dari hujan menganak sungai bagi bertemunya air memaknai cinta sejati. Meski tak terhindari gundukan lumpur menebar anyirnya kontaminasi, tapi alirannya memenangi kejernihan kolaborasi. Tembang kaum santri di pinggir kali adalah warisan para wali yang memahami jejak-jejak Nabi. Dihayatinya dengan takjub gelombang keindahan yang tak bertepi.

Kaum santri mengerti bagaimana menikmati sejuknya hari demi hari. Jangan ganggu mereka menuliskan puisi pada lembar dedaunan yang berguguran tertiup ambisi. Sayup-sayup angin tetap membisiki hangatnya hulu sungai yang tak jemu mengaliri. Muaranya nan indah tak terpisahkan dari hulu nan jernih mewangi. Jangan pisah putuskan kaum santri dari kyai.

Ada mimpi bagi berlabuhnya perahu menyibak sunyi. Kaum santri tetap setia pada janji untuk berkibarnya panji-panji suci. Tiada mantan santri, sedari awal menjadi santri selamanya tetap santri. Santri yang tak akan melupakan kyai. Tidak ada mantan kyai dalam sejuknya nurani, sang murabbi yang selalu hadir dalam munajat santri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.