“Ayahanda (KH. Moh. Idris Jauhari) pernah bilang bahwa cinta itu suci dan rasa peduli merupakan bukti dari kesucian Cinta itu sendiri. Walapun kamu cinta namun kamu tidak peduli, ia menandakan bahwa itu bukanlah
cinta yang sebenarnya. Maka dari itu, buktikanlah kecintaanmu terhadap pondok kita ini, dengan meningkatkan rasa pedulimu terhadap semua proses pendidikan yang berlangsung dengan penuh rasa cinta.

–Dr. Kh. Ghozi Mubarok Idris, MA

Setelah ujian syafahi yang berjalan mulai sabtu (27/10) dan berakhir pada rabu (31/10) kemarin itu, pagi ini (Kamis, 31/11), Rapat Guru Lengkap (RGL) kembali dilaksanakan dan turut hadir seluruh jajaran guru-guru TMI, termasuk wakil pimpinan dan pengasuh Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan Dr. Kh. Ghozi Mubarok Idris, MA dan Pengasuh Ma’had TMI Kh. Moh. Zainullah Rois, Lc. yang turut mendampingi.

Dalam acara rutin yang dipandu langsung oleh Ust. H. Abd. Qodir Jaelani, M. Pd. selaku PO (project officer) dilanjutkan dengan pembacaan Petunjuk Teknis (Juknis) oleh Ust. H. A. Tijani Syadzili, Lc. pada Ujian Tahriri pertengahan tahun kali ini, Dr. Kh. Ghozi Muabrok Idris, MA. merangkum mau’idzah hasanah-nya ke dalam tiga poin, yang mana pada tiga poin yang akan disampaikan itu, terdapat beberapa pesan teruntuk para guru, dari Pengasuh Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan Dr. Kh. Ahmad Fauzi Tidjani, MA yang kebetulan berhalangan hadir kala itu.

“Sebagai yang mewakili dari pengasuh kita yang pada saat ini berhalangan hadir, tentu saya akan menyampaikan pesan ini tanpa menguranginya walau sedikit. Namun, demi mempermudah kita untuk mendapatkan pemahaman yang lebih utuh, mungkin akan saya berikan sedikit pengertian dan penjelasan mendalam mengenai pesan yang ingin beliau sampaikan ini,” ungkap beliau mengawali orasinya pada kesempatan itu, di samping menghimbau para hadirin untuk sama-sama mendoakan agar pengasuh kita senantiasa mendapatkan usia yang barokah dan nikmat kesehatan, sehingga dapat melaksanakan segala bentuk khidmah dengan baik.

   Di antara pesan yang hendak pengasuh almamater kita itu sampaikan; pertama, beliau menghimbau kepada seluruh guru, agar senantiasa istiqomah dalam menjalankan tugas, termasuk memiliki keberanian untuk saling memperingati (introspeksi) kawanan sesama staf dan atau guru di almamater agar senantiasa pro-aktof dalam menjalankan disiplin yang ada. Dan beliau –Dr. KH. Ghozi Mubarok Idris, MA—menambahkan bahwa beliau ingin agar tradisi seperti ini sudah bisa kita laksanakan. Pada prinsipnya, dalam menegakkan suasana kehidupan yang seperti ini, ada sebuah sabda Rasulullah yang berbunyi, “Sebuah kaum yang membiarkan keburukan-keburukan yang terjadi di sekelilingnya, maka kaum itu bepotensi sangat besar untuk menerima adzab yang sangat besar,” terang beliau memberikan penjelasan dan penegasan mengenai pesan pertama itu.

Kedua, agar seluruh ustadz dan ustadzat senantiasa membantu para santri dalam menemukan bakat dan potensi diri yang dimiliki santri, sejak awal mereka nyantri, bahkan dituntut untuk ikut andil dalam menerapkan bakat-bakat yang dimiliki sehingga menjadi sistem dan budaya di kalangan santri itu sendiri. Artinya, Pengasuh menghimbau agar seluruh asatidz dan ustadzat selalu membimbing para santri dalam misi pencarian bakat tersebut, lalu menularkannya kepada santri yang lain agar menjadi sebuah sistem dan kebudayaan yang kelak akan terus berkembang dan terpelihara secara utuh.

“Tapi saya kira yang menjadi poin utama dari semua ini,” Beliau menambahkan, “ialah bahwasannya antum semua ini, para Ustadz dan Ustadzat sekalian adalah didikan kami yang sudah diproses dengan sedemikian rupa untuk menjadi manusia-manusia yang berpotensi, yang selalu mampu meraih prestasi dengan setinggi-tingginya.”

Dan yang ketiga, Pengasuh menghimbau agar semua guru dapat meningkatkan rasa peka dan cemburu pada pelanggaran-pelanggaran disiplin yang sudah mendarah di almamater kita.

“Jadi,” beliau —Dr. Kh. Ghozi Mubarok Idris, MA—menambahkan… “melalui pesan yag ketiga ini, beliau, pengasuh kita meminta agar kita senantiasa meningkatkan tingkat kepedulain dan rasa cinta kita terhadap santri, diri kita sendiri dan lingkungan, serta berusaha untuk menciptakan proses pendidikan yang memungkinkan kita untuk meningkatkan rasa cinta dan peduli. Dan saya kira, itu merupakan salah satu bukti bahwa kita mencintai pondok kita ini, kita mencintai santri-santri yang kiat didik.”

“Bapak pernah bilang, bahwa cinta itu suci dan rasa peduli merupakan bukti dari cinta suci itu sendiri. Walapun kamu cinta namun kamu tidak peduli, ia menandakan bahwa itu bukanlah cinta yang sebenarnya. Kalau kamu tidak peduli, kamu pasti tidak cinta. Maka dari itu, buktikanlah cintamu kepada pondok kita ini, dengan meningkatkan rasa pedulimu terhadap semua proses pendidikan yang berjalan dengan penuh rasa cinta.” Tutur beliau di akhir tausiyah yang disampaikan pada kesempatan tersebut.

Acara yang diakhiri dengan doa yang juga beliau pimpin dan disusul dengan penyerahan lembar soal ujian oleh panitia Pelaksana Ujian Tahriri menjelang liburan pertengahan tahun kepada Pengasuh Ma’had TMI, Kh. Moh. Zainullah Rois, Lc, dan kepada Mudir Ma’had Putra (mewakili seluruh mudir putra-putri), K. Abdul Warits, S.Pd.I, menjadi simbolisasi atas restu yang diberikan dalam melaksanakan ujian menjelang pertengahan tahun ini yang sekaligus menjadi sesi paling akhir dari semua rentetan acara yang dilaksanakan di GESERNA, yang sudah dimulai sejak pukul 07.00  dan berakhir tepat pukul 09.30 WIB itu. (Az)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.